Jumat, 10 Juli 2009
Ternyata pisang yg telah matang, menghasilkan zat TNF anti kanker Share
Ternyata pisang yang telah matang, menghasilkan zat TNF penangkal sel jahat
Kedepannya mungkin Anda baru sadar di masa yang akan datang...... .. akan terjadi kekurangan stock pisang di pasaran !!
Pisang yang semakin matang permukaan kulitnya akan semakin banyak bercak2 (bintik2) hitam, ini akan memproteksi penyakit dari kehidupan kita semakin tinggi. Orang Jepang suka makan pisang bukan tidak ada alasannya, dewasa, anak-anak pun suka makan pisang ~ sangat gampang, 5 buah setiap hari, penyakit akan menjauhi aku lho.......
Berdasarkan hasil penelitian ilmiah para ilmuwan Jepang diketemukan, kandungan dalam pisang terdapat zat TNF yang berfungsi menangkal kanker (sel jahat / tumor).
.
Selain itu, pisang semakin matang khasiatnya akan semakin tinggi untuk menangkal kanker. Profesor Senji dari Universitas Tokyo Jepang mengadakan penelitian memakai hewan, membandingkan hasilnya dengan memberi makan pisang, anggur, apel, semangka, nangka, pear, kiet na dan berbagai macam buah2an untuk mengujinya, hasilnya membuktikan di antara buah2an pisanglah yang terbaik khasiatnya, bisa menambah sel darah putih, dapat mengganti sel-sel yang rusak, selain itu juga menghasilkan zat TNF yang menangkal sel-sel jahat.
Penelitian dan pengujian sang profesor juga menemukan, kulit luar pisang yang semakin makin matang akan timbul bercak2 (bintik2) hitam, ini akan dapat memperpanjang umur hidup. Oleh sebab itu mulai saat ini harus sering makan pisang yang lebih matang loh ! Pisang tidak akan mengakibatkan sel darah putih tiba2 bertambah banyak dalam sekejap tapi pada saat sel darah putih berkurang otomatis bertambah sendiri. Maka, para ahli peneliti beranggapan, pisang bisa memprotek penyakit dan memperpanjang umur hidup lebih stabil, di saat kondisi tubuh orang yang sehat daya tahan tubuh akan tinggi. Tapi bagi orang sakit, orang tua dan orang yang daya tahan tubuhnya kurang dan lemah akan lebih baik makan pisang kuning untuk kesehatan tubuh.
Maka, setiap hari, lebih baik kita makan pisang matang 1 ~ 2 buah per hari, demi meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, terlebih khusus mencegah influensa dan wabah flu (burung, babi & R4N1) dll. Petunjuk sang profesor Senji, kulit pisang yang menguning itu timbul bercak (bintik) hitam, kemampuan menambah sel darah putih lebih baik........ ..... 8 kali lipat daripada kulit pisang yang hijau.
Mati Perlahan Cara Indonesia
Di negeri yang religius ini, orang mati dikoyak bom bukan lagi kejadian yang langka. Kepala tiba-tiba melayang dipenggal parang juga bukan kejadian yang jarang. Maka, jangan tersinggung kalau Indonesia dianggap sebagai sarang teroris. Perkelahian antaretnik atau kelompok juga sering terjadi, yang juga meminta korban jiwa.
Jadi, kalau untuk urusan mati tiba-tiba, Indonesia boleh disebut tempatnya. Artinya, jangan merasa heran kalau suatu saat teman atau keluarga atau bahkan Anda sendiri, yang segar bugar, tiba-tiba diberitakan meninggal karena serpihan bom, atau tewas karena zat mematikan seperti arsen, sebagaimana yang dialami Munir sang aktivis hak asasi manusia itu.
Begitu juga kalau anak gadis Anda tiba-tiba tewas karena dipenggal orang tidak dikenal. Kejadian mati tiba-tiba seperti itu bukan lagi sebagai peristiwa yang jarang di Indonesia.
Tetapi ternyata bangsa yang mengaku paling ramah dan taat beribadah ini juga mampu melakukan pembunuhan secara perlahan-lahan. Cara yang satu ini sangat bertolak belakang dengan cara teroris yang menggunakan bom dan senjata pembunuh lainnya. Mati perlahan cara Indonesia ternyata telah berlangsung lama, dan selama itu dibiarkan begitu saja.
Beberapa waktu terakhir ini, media massa gencar memberitakan beberapa jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat luas yang ternyata mengandung zat beracun, khususnya formalin, boraks, dan bahan pewarna tekstil. Berita mengenai penggunaan bahan berbahaya dalam makanan sehari-hari sebenarnya pernah muncul sekitar 20 tahun yang lalu. Kalau beritanya pernah muncul 20 tahun yang lalu, hampir pasti bahan beracun itu telah masuk ke perut masyarakat banyak sejak lebih dari waktu itu.
Tahu, bakso, mi basah, ikan kering, ikan segar, daging ayam, dan sayuran adalah jenis makanan yang sangat populer dan dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat. Celakanya, semua jenis makanan itu telah dicemari dengan zat racun oleh para penjualnya.
Akan tetapi, ternyata tidak ada tindakan apa pun yang dilakukan oleh pihak yang terkait. Mungkin karena konsumen tidak tampak berteriak kesakitan dan berdarah meleleh membasahi wajah yang terluka. Artinya, sekian lama warga bangsa ini dibiarkan mengonsumsi racun untuk kemudian mati secara perlahan.
Barangkali banyak orang yang sekian lama mengonsumsi jenis makanan itu mengatakan dirinya sehat-sehat saja. Pernyataan itu benar. Sebab, formalin bukan seperti arsen yang mematikan dalam waktu singkat, kecuali ditelan dalam jumlah besar dan dengan konsentrasi yang tinggi. Akan tetapi, bahan pengawet mayat itu kalau terus masuk dan tertimbun di dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai kerusakan pada banyak organ.
Kanker merupakan salah satu akibat yang timbul, antara lain pada paru-paru dan nasofaring. Hanya saja, pada tulisan ini saya tidak ingin mengupas lebih jauh mengenai bahan beracun itu dalam kaitan dengan kesehatan. Saya lebih tertarik menyoroti perilaku kita sebagai bangsa, dalam kaitan dengan bahan beracun itu.
Siapa takut?
Salah seorang penjual tahu yang ternyata terbukti mengandung formalin, ketika menjawab pertanyaan jurnalis TV menyatakan akan tetap menjual makanan itu. Alasannya, karena dia telah menampung tenaga kerja. Penjual yang lain menjawab akan tetap menjual karena tidak ada pekerjaan lain.
Di pihak lain, warga masyarakat yang mengaku selalu mengonsumsi makanan yang ternyata berformalin, dengan lugu mengatakan akan tetap mengonsumsi. Alasannya sederhana, karena kematian ada di tangan Tuhan.
Kedua jawaban yang disampaikan oleh kedua pihak yang bertentangan itu, yaitu penjual makanan beracun dan konsumen yang dirugikan, ternyata mempunyai nuansa yang sama. Keduanya tidak peduli, atau dengan bahasa gaulnya mungkin; siapa takut?
Jawaban penjual, yang seakan menantang itu, mungkin dapat mewakili perilaku sangat banyak warga bangsa ini yang tidak peduli terhadap peraturan dan hukum. Kerap terjadi pengerahan massa yang disertai kekerasan untuk memaksakan kehendak, padahal sangat jelas melanggar hukum.
Sebagai contoh, warga yang mendiami tanah orang lain, ketika diminta meninggalkan tempat itu mereka justru menantang dan mengancam dengan membawa senjata. Bisa jadi fenomena seperti inilah yang membuat pihak berwenang tidak menyita atau menutup penjualan bahan makanan yang beracun itu, walaupun mudah dijumpai di banyak tempat.
Di pihak lain, jawaban konsumen tampaknya dapat mewakili ketidakberdayaan dan kebodohan kebanyakan warga bangsa ini. Banyak contoh warga bangsa ini yang tertipu karena ketidakmengertiannya sebagai konsumen. Setelah menjadi korban, mereka hanya pasrah walaupun merintih juga. Tidak terpikir mau menuntut secara hukum. Andaikata mau, harus berpikir berjuta kali, karena berarti harus terperangkap dalam rimba bisnis hukum yang liar.
Makanan beracun formalin atau boraks hanyalah contoh aktual, karena menyangkut sangat banyak orang. Tetapi sebelumnya sudah banyak juga warga bangsa yang menjadi korban pembodohan sekaligus penipuan lewat iklan, misalnya yang menawarkan penambahan ukuran penis dan pembesaran payudara dengan cara yang tidak ilmiah.
Menunggu kematian
Kini beberapa pihak berwenang mulai buka suara akan mengambil tindakan terhadap pihak yang menggunakan formalin. Penjual formalin eceran akan ditindak, katanya. Padahal sudah lama penjualan formalin eceran berlangsung dengan aman, termasuk melalui apotek. Padahal sangat jelas formalin tidak boleh dijual secara bebas karena tergolong bahan beracun.
Bukankah fenomena seperti ini sudah berlangsung lama? Banyak obat yang seharusnya tidak boleh dijual bebas, dibiarkan saja dijual bebas seolah-olah legal seperti di apotek. Publik yang tidak mengetahui bahwa obat itu sebenarnya tidak boleh dijual bebas, tetap saja membelinya dengan bebas.
Narkoba juga menjadi penyumbang utama anak bangsa yang mati perlahan. Jumlah korban narkoba di negeri ini terus meningkat. Ada pabrik narkoba yang telah diserbu polisi. Akan tetapi, peredaran barang pembawa maut itu tetap saja berlangsung; tenang tetapi meriah, dengan korban semakin banyak.
Kegagalan memberantas narkoba sama saja dengan menambah jumlah warga bangsa yang menunggu mati secara perlahan. Keterlibatan petugas yang melindungi perdagangan narkoba (dan sejenisnya) sama saja dengan keterlibatan pihak yang terkait dalam penjualan formalin secara bebas.
Kematian pengguna narkoba secara tiba-tiba karena kelebihan dosis memang sering terjadi. Namun, di balik itu semua, jauh lebih banyak yang tetap hidup sia-sia. Mereka tak berdaya, menjadi beban keluarga, sambil menunggu mati secara perlahan. Lalu apa bedanya dengan sangat banyaknya warga bangsa yang menjadi konsumen makanan berformalin itu?
Maka, tak dapat tidak, harus ada tindakan terprogram dan terpadu untuk memberantas penjualan bebas formalin, selain narkoba dan bahan pembunuh lainnya. Kalau tidak, saya khawatir akan dipatenkan sebuah cara baru untuk mati: mati perlahan cara Indonesia.
Jadi, kalau untuk urusan mati tiba-tiba, Indonesia boleh disebut tempatnya. Artinya, jangan merasa heran kalau suatu saat teman atau keluarga atau bahkan Anda sendiri, yang segar bugar, tiba-tiba diberitakan meninggal karena serpihan bom, atau tewas karena zat mematikan seperti arsen, sebagaimana yang dialami Munir sang aktivis hak asasi manusia itu.
Begitu juga kalau anak gadis Anda tiba-tiba tewas karena dipenggal orang tidak dikenal. Kejadian mati tiba-tiba seperti itu bukan lagi sebagai peristiwa yang jarang di Indonesia.
Tetapi ternyata bangsa yang mengaku paling ramah dan taat beribadah ini juga mampu melakukan pembunuhan secara perlahan-lahan. Cara yang satu ini sangat bertolak belakang dengan cara teroris yang menggunakan bom dan senjata pembunuh lainnya. Mati perlahan cara Indonesia ternyata telah berlangsung lama, dan selama itu dibiarkan begitu saja.
Beberapa waktu terakhir ini, media massa gencar memberitakan beberapa jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat luas yang ternyata mengandung zat beracun, khususnya formalin, boraks, dan bahan pewarna tekstil. Berita mengenai penggunaan bahan berbahaya dalam makanan sehari-hari sebenarnya pernah muncul sekitar 20 tahun yang lalu. Kalau beritanya pernah muncul 20 tahun yang lalu, hampir pasti bahan beracun itu telah masuk ke perut masyarakat banyak sejak lebih dari waktu itu.
Tahu, bakso, mi basah, ikan kering, ikan segar, daging ayam, dan sayuran adalah jenis makanan yang sangat populer dan dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat. Celakanya, semua jenis makanan itu telah dicemari dengan zat racun oleh para penjualnya.
Akan tetapi, ternyata tidak ada tindakan apa pun yang dilakukan oleh pihak yang terkait. Mungkin karena konsumen tidak tampak berteriak kesakitan dan berdarah meleleh membasahi wajah yang terluka. Artinya, sekian lama warga bangsa ini dibiarkan mengonsumsi racun untuk kemudian mati secara perlahan.
Barangkali banyak orang yang sekian lama mengonsumsi jenis makanan itu mengatakan dirinya sehat-sehat saja. Pernyataan itu benar. Sebab, formalin bukan seperti arsen yang mematikan dalam waktu singkat, kecuali ditelan dalam jumlah besar dan dengan konsentrasi yang tinggi. Akan tetapi, bahan pengawet mayat itu kalau terus masuk dan tertimbun di dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai kerusakan pada banyak organ.
Kanker merupakan salah satu akibat yang timbul, antara lain pada paru-paru dan nasofaring. Hanya saja, pada tulisan ini saya tidak ingin mengupas lebih jauh mengenai bahan beracun itu dalam kaitan dengan kesehatan. Saya lebih tertarik menyoroti perilaku kita sebagai bangsa, dalam kaitan dengan bahan beracun itu.
Siapa takut?
Salah seorang penjual tahu yang ternyata terbukti mengandung formalin, ketika menjawab pertanyaan jurnalis TV menyatakan akan tetap menjual makanan itu. Alasannya, karena dia telah menampung tenaga kerja. Penjual yang lain menjawab akan tetap menjual karena tidak ada pekerjaan lain.
Di pihak lain, warga masyarakat yang mengaku selalu mengonsumsi makanan yang ternyata berformalin, dengan lugu mengatakan akan tetap mengonsumsi. Alasannya sederhana, karena kematian ada di tangan Tuhan.
Kedua jawaban yang disampaikan oleh kedua pihak yang bertentangan itu, yaitu penjual makanan beracun dan konsumen yang dirugikan, ternyata mempunyai nuansa yang sama. Keduanya tidak peduli, atau dengan bahasa gaulnya mungkin; siapa takut?
Jawaban penjual, yang seakan menantang itu, mungkin dapat mewakili perilaku sangat banyak warga bangsa ini yang tidak peduli terhadap peraturan dan hukum. Kerap terjadi pengerahan massa yang disertai kekerasan untuk memaksakan kehendak, padahal sangat jelas melanggar hukum.
Sebagai contoh, warga yang mendiami tanah orang lain, ketika diminta meninggalkan tempat itu mereka justru menantang dan mengancam dengan membawa senjata. Bisa jadi fenomena seperti inilah yang membuat pihak berwenang tidak menyita atau menutup penjualan bahan makanan yang beracun itu, walaupun mudah dijumpai di banyak tempat.
Di pihak lain, jawaban konsumen tampaknya dapat mewakili ketidakberdayaan dan kebodohan kebanyakan warga bangsa ini. Banyak contoh warga bangsa ini yang tertipu karena ketidakmengertiannya sebagai konsumen. Setelah menjadi korban, mereka hanya pasrah walaupun merintih juga. Tidak terpikir mau menuntut secara hukum. Andaikata mau, harus berpikir berjuta kali, karena berarti harus terperangkap dalam rimba bisnis hukum yang liar.
Makanan beracun formalin atau boraks hanyalah contoh aktual, karena menyangkut sangat banyak orang. Tetapi sebelumnya sudah banyak juga warga bangsa yang menjadi korban pembodohan sekaligus penipuan lewat iklan, misalnya yang menawarkan penambahan ukuran penis dan pembesaran payudara dengan cara yang tidak ilmiah.
Menunggu kematian
Kini beberapa pihak berwenang mulai buka suara akan mengambil tindakan terhadap pihak yang menggunakan formalin. Penjual formalin eceran akan ditindak, katanya. Padahal sudah lama penjualan formalin eceran berlangsung dengan aman, termasuk melalui apotek. Padahal sangat jelas formalin tidak boleh dijual secara bebas karena tergolong bahan beracun.
Bukankah fenomena seperti ini sudah berlangsung lama? Banyak obat yang seharusnya tidak boleh dijual bebas, dibiarkan saja dijual bebas seolah-olah legal seperti di apotek. Publik yang tidak mengetahui bahwa obat itu sebenarnya tidak boleh dijual bebas, tetap saja membelinya dengan bebas.
Narkoba juga menjadi penyumbang utama anak bangsa yang mati perlahan. Jumlah korban narkoba di negeri ini terus meningkat. Ada pabrik narkoba yang telah diserbu polisi. Akan tetapi, peredaran barang pembawa maut itu tetap saja berlangsung; tenang tetapi meriah, dengan korban semakin banyak.
Kegagalan memberantas narkoba sama saja dengan menambah jumlah warga bangsa yang menunggu mati secara perlahan. Keterlibatan petugas yang melindungi perdagangan narkoba (dan sejenisnya) sama saja dengan keterlibatan pihak yang terkait dalam penjualan formalin secara bebas.
Kematian pengguna narkoba secara tiba-tiba karena kelebihan dosis memang sering terjadi. Namun, di balik itu semua, jauh lebih banyak yang tetap hidup sia-sia. Mereka tak berdaya, menjadi beban keluarga, sambil menunggu mati secara perlahan. Lalu apa bedanya dengan sangat banyaknya warga bangsa yang menjadi konsumen makanan berformalin itu?
Maka, tak dapat tidak, harus ada tindakan terprogram dan terpadu untuk memberantas penjualan bebas formalin, selain narkoba dan bahan pembunuh lainnya. Kalau tidak, saya khawatir akan dipatenkan sebuah cara baru untuk mati: mati perlahan cara Indonesia.
MANFAAT UBI JALAR MERAH
Konon ini rahasia awet muda Oom Liem. Sarapan Bubur ayam dengan Ubi Jalar Merah Rebus 2-3 kali seminggu..
Bagi Kesehatan Sekarang jangan pernah lagi menyia-nyiakan ubi jalar merah, karena khasiatnya lebih dahsyat dari sekedar menjaga kesehatan mata.
Sekelompok antioksidan yang tersimpan dalam ubi jalar merah mampu menghalangi laju perusakan sel oleh radikal bebas. Karenanya ubi jalar merah dapat mencegah kemerosotan daya ingat dan kepikunan, penyakit jantung koroner, serta kanker. Plus bonus sehat lainnya termasuk membuat kita tetap awet muda. Ubi jalar yang termasuk umbi-umbian murah ini jarang masuk dalam menu keluarga kita, padahal di dapur Barat, ubi jalar merupakan primadona. Pada perayaan
hari besar besar, seperti Natal dan Thanksgiving Day, penduduk AS lazim membuat sajian eksklusif dari ubi jalar seperti cake, kue kering, pure pelengkap steak atau salad, es krim, puding, muffin, souffle, pancake, kroket, sup krim, maupun sebagai taburan hidangan panggang.
"Merah" pertanda kaya Betakaroten Kita mengenal ada beberapa jenis ubi jalar. Yang paling umum adalah ubi jalar putih. Selain itu ada juga yang ungu maupun merah. Sekalipun disebut ubi jalar merah, sebenarnya warna daging buahnya adalah tidak merah, tapi kekuningan hingga jingga alias orange. Mengapa pilih yang merah ? Dibanding ubi jalar putih,tekstur ubi jalar merah memang lebih berair dan kurang masir (sandy), tapi lebih lembut. Rasanya tidak semanis yang putih padahal kadar gulanya tidak berbeda. Ubi jalar putih mengandung 260 mkg (869 SI) betakaroten per 100gram, ubi merah yang berwarna kuning emas tersimpan 2900 mkg (9675 SI) betakaroten, ubi merah yang berwarna jingga 9900 mkg (32967 SI).
Makin pekat warna jingganya. makin tinggi kadar betakarotennya yang merupakan bahan pembentuk vitamin A dalam tubuh.
Secangkir ubi jalar merah kukus yang telah dilumatkan menyimpan 50000 SI betakaroten, setara dengan kandungan betakaroten dalam 23 cangkir brokoli, yang menggembirakan perebusan hanya merusak 10% kadar betakaroten, sedangkan penggorengan atau pemanggangan dalam oven hanya 20%. Namun penjemuran menghilangkan hampir separuh kandungan betakaroten, sekitar
40%.
Menyantap seporsi ubi jalar merah kukus /rebus sudah memenuhi anjuran kecukupan vitamin A 2100 - 3600 mkg sehari.
Didukung Pasukan Zat Gizi Lain Selain betakaroten, warna jingga pada ubi jalar juga memberi isyarat akan tingginya kandungan senyawa lutein dan zeaxantin, pasangan antioksidan karotenoid. Keduanya termasuk pigmen warna sejenis klorofil merupakan pembentuk vitamin A. Lutein dan zeaxantin merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting menghalangi proses perusakan sel. Ubi jalar merah juga kaya vitamin E.
Dari 2/3 cangkir ubi merah kukus yang dilumatkan diperoleh asupan vitamin E untuk memenuhi kebutuhan sehari. Satu buah sedang (100 g) ubi jalar merah kukus hanya mengandung 118 kalori, 1/4 kalori sepotong black forest cake.
Zat gizi lain dalam ubi jalar merah adalah kalium, fosfor, mangan dan vitamin B6. Jika dimakan mentah ubi jalar merah menyumbang cukup vitamin C.
Makan 1 buah sedang ubi jalar merah mentah sudah memenuhi 42 % anjuran kecukupan vitamin C sehari. Dibanding dengan havermut (oatmeal), ubi jalar merah lebih kaya serat, khususnya oligosakarida. Menyantap ubi jalar merah 2 - 3 kali seminggu membantu kecukupan serat. Apabila dimakan bersama kulitnya menyumbang serat lebih banyak lagi.
Khasiat Betakaroten Si Provitamin A Khasiat ubi jalar merah sebagai "obat mata" telah terbukti di Kabupaten Jayawijaya. Awalnya 0.5 % penduduknya menderita bercak bitot (xeroftalmia) , bercak putih kapur pada kornea mata.
Penyakit kekurangan vitamin A ini dapat menyebabkan kebutaan.
Setelah kebiasaan mereka menyantap ubi jalar merah berikut daunnya tak ada lagi penderita. Manfaat lain ubi jalar merah mengendalikan produksi hormon melatonin yang menghasilkan kelenjar pineal di dalam otak. Melatonin merupakan antioksidan andal yang menjaga kesehatan sel dan sistem saraf otak, sekaligus mereparasinya jika ada kerusakan. Kurang asupan vitamin A menghambat produksi melatonin dan menurunkan fungsi saraf otak sehingga muncul gangguan tidur dan berkurangnya daya ingat. Keterbatasan produksi melatonin berbuntut menurunkan produksi hormon endokrin, sehingga sistem kekebalan tubuh merosot. Kondisi ini memudahkan terjadinya infeksi dan mempercepat laju proses penuaan. Ubi jalar merah yang berlimpah vitamin A & E dapat mengoptimumkan produksi hormon melatonin. Dengan rajin makan ubi jalar merah, ketajaman daya ingat dankesegaran kulit serta organ tetap terjaga. Yang unik, kombinasi vitamin A (betakaroten) dan vitamin E dalam ubi jalar merah bekerja sama menghalau stroke dan serangan jantung.
Betakarotennya mencegah stroke sementara vitamin E ubi jalar merah mecegah terjadinya penyumbatan dalam saluran pembuluh darah, sehingga munculnya serangan jantung dapat dicegah.
Manfaat tersebut didukung pula oleh kandungan serat dalam ubi jalar merah.
Sebagian besar serat ubi jalar merah merupakan serat larut, yang bekerja serupa busa spon. Serat menyerap kelebihan lemak/ kolesterol darah, sehingga kadar lemak/ kolesterol dalam darah tetap aman terkendali. Serat alami oligosakarida yang tersimpan dalam ubi jalar merah ini sekarang menjadi komoditas bernilai dalam pemerkayaan produk pangan olahan, seperti susu.
Selain mencegah sembelit, oligosakarida memudahkan buang angin. Hanya pada orang yang sangat sensitif oligosakarida mengakibatkan kembung.
Tak Layak Disepelekan Ubi jalar merah merupakan umbi- umbian yang mengandung senyawa antioksidan paling komplet. Selain vitamin A, C, dan E, ubi jalar merah juga berlimpah vitamin B6 )piridoksin) yang berperan penting dalam menyokong kekebalan tubuh. Di luar perkiraan banyak orang ubi jalar merah dengan kandungan vitamin B6-nya mampu mengendalikan jerawat musiman yang muncul menjelang menstruasi. Agaknya hampir semua zat gizi yang terkandung dalam ubi jalar merah mendukung kemampuannya memerangi serangan jantung koroner.
Kesimpulan sebuah hasil penelitian menyebutkan kalium dalam ubi merah memangkas 40% resiko penderita hipertensi terserang stroke fatal.
Sementara tekanan darah yang berlebihan pun merosot 25 %. Jika demikian kenyataannya, kini jangan pernah lagi menganggap remeh ubi jalar merah.
Nikmati kapan saja kita suka, sambil memupuk manfaatnya.
Bagi Kesehatan Sekarang jangan pernah lagi menyia-nyiakan ubi jalar merah, karena khasiatnya lebih dahsyat dari sekedar menjaga kesehatan mata.
Sekelompok antioksidan yang tersimpan dalam ubi jalar merah mampu menghalangi laju perusakan sel oleh radikal bebas. Karenanya ubi jalar merah dapat mencegah kemerosotan daya ingat dan kepikunan, penyakit jantung koroner, serta kanker. Plus bonus sehat lainnya termasuk membuat kita tetap awet muda. Ubi jalar yang termasuk umbi-umbian murah ini jarang masuk dalam menu keluarga kita, padahal di dapur Barat, ubi jalar merupakan primadona. Pada perayaan
hari besar besar, seperti Natal dan Thanksgiving Day, penduduk AS lazim membuat sajian eksklusif dari ubi jalar seperti cake, kue kering, pure pelengkap steak atau salad, es krim, puding, muffin, souffle, pancake, kroket, sup krim, maupun sebagai taburan hidangan panggang.
"Merah" pertanda kaya Betakaroten Kita mengenal ada beberapa jenis ubi jalar. Yang paling umum adalah ubi jalar putih. Selain itu ada juga yang ungu maupun merah. Sekalipun disebut ubi jalar merah, sebenarnya warna daging buahnya adalah tidak merah, tapi kekuningan hingga jingga alias orange. Mengapa pilih yang merah ? Dibanding ubi jalar putih,tekstur ubi jalar merah memang lebih berair dan kurang masir (sandy), tapi lebih lembut. Rasanya tidak semanis yang putih padahal kadar gulanya tidak berbeda. Ubi jalar putih mengandung 260 mkg (869 SI) betakaroten per 100gram, ubi merah yang berwarna kuning emas tersimpan 2900 mkg (9675 SI) betakaroten, ubi merah yang berwarna jingga 9900 mkg (32967 SI).
Makin pekat warna jingganya. makin tinggi kadar betakarotennya yang merupakan bahan pembentuk vitamin A dalam tubuh.
Secangkir ubi jalar merah kukus yang telah dilumatkan menyimpan 50000 SI betakaroten, setara dengan kandungan betakaroten dalam 23 cangkir brokoli, yang menggembirakan perebusan hanya merusak 10% kadar betakaroten, sedangkan penggorengan atau pemanggangan dalam oven hanya 20%. Namun penjemuran menghilangkan hampir separuh kandungan betakaroten, sekitar
40%.
Menyantap seporsi ubi jalar merah kukus /rebus sudah memenuhi anjuran kecukupan vitamin A 2100 - 3600 mkg sehari.
Didukung Pasukan Zat Gizi Lain Selain betakaroten, warna jingga pada ubi jalar juga memberi isyarat akan tingginya kandungan senyawa lutein dan zeaxantin, pasangan antioksidan karotenoid. Keduanya termasuk pigmen warna sejenis klorofil merupakan pembentuk vitamin A. Lutein dan zeaxantin merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting menghalangi proses perusakan sel. Ubi jalar merah juga kaya vitamin E.
Dari 2/3 cangkir ubi merah kukus yang dilumatkan diperoleh asupan vitamin E untuk memenuhi kebutuhan sehari. Satu buah sedang (100 g) ubi jalar merah kukus hanya mengandung 118 kalori, 1/4 kalori sepotong black forest cake.
Zat gizi lain dalam ubi jalar merah adalah kalium, fosfor, mangan dan vitamin B6. Jika dimakan mentah ubi jalar merah menyumbang cukup vitamin C.
Makan 1 buah sedang ubi jalar merah mentah sudah memenuhi 42 % anjuran kecukupan vitamin C sehari. Dibanding dengan havermut (oatmeal), ubi jalar merah lebih kaya serat, khususnya oligosakarida. Menyantap ubi jalar merah 2 - 3 kali seminggu membantu kecukupan serat. Apabila dimakan bersama kulitnya menyumbang serat lebih banyak lagi.
Khasiat Betakaroten Si Provitamin A Khasiat ubi jalar merah sebagai "obat mata" telah terbukti di Kabupaten Jayawijaya. Awalnya 0.5 % penduduknya menderita bercak bitot (xeroftalmia) , bercak putih kapur pada kornea mata.
Penyakit kekurangan vitamin A ini dapat menyebabkan kebutaan.
Setelah kebiasaan mereka menyantap ubi jalar merah berikut daunnya tak ada lagi penderita. Manfaat lain ubi jalar merah mengendalikan produksi hormon melatonin yang menghasilkan kelenjar pineal di dalam otak. Melatonin merupakan antioksidan andal yang menjaga kesehatan sel dan sistem saraf otak, sekaligus mereparasinya jika ada kerusakan. Kurang asupan vitamin A menghambat produksi melatonin dan menurunkan fungsi saraf otak sehingga muncul gangguan tidur dan berkurangnya daya ingat. Keterbatasan produksi melatonin berbuntut menurunkan produksi hormon endokrin, sehingga sistem kekebalan tubuh merosot. Kondisi ini memudahkan terjadinya infeksi dan mempercepat laju proses penuaan. Ubi jalar merah yang berlimpah vitamin A & E dapat mengoptimumkan produksi hormon melatonin. Dengan rajin makan ubi jalar merah, ketajaman daya ingat dankesegaran kulit serta organ tetap terjaga. Yang unik, kombinasi vitamin A (betakaroten) dan vitamin E dalam ubi jalar merah bekerja sama menghalau stroke dan serangan jantung.
Betakarotennya mencegah stroke sementara vitamin E ubi jalar merah mecegah terjadinya penyumbatan dalam saluran pembuluh darah, sehingga munculnya serangan jantung dapat dicegah.
Manfaat tersebut didukung pula oleh kandungan serat dalam ubi jalar merah.
Sebagian besar serat ubi jalar merah merupakan serat larut, yang bekerja serupa busa spon. Serat menyerap kelebihan lemak/ kolesterol darah, sehingga kadar lemak/ kolesterol dalam darah tetap aman terkendali. Serat alami oligosakarida yang tersimpan dalam ubi jalar merah ini sekarang menjadi komoditas bernilai dalam pemerkayaan produk pangan olahan, seperti susu.
Selain mencegah sembelit, oligosakarida memudahkan buang angin. Hanya pada orang yang sangat sensitif oligosakarida mengakibatkan kembung.
Tak Layak Disepelekan Ubi jalar merah merupakan umbi- umbian yang mengandung senyawa antioksidan paling komplet. Selain vitamin A, C, dan E, ubi jalar merah juga berlimpah vitamin B6 )piridoksin) yang berperan penting dalam menyokong kekebalan tubuh. Di luar perkiraan banyak orang ubi jalar merah dengan kandungan vitamin B6-nya mampu mengendalikan jerawat musiman yang muncul menjelang menstruasi. Agaknya hampir semua zat gizi yang terkandung dalam ubi jalar merah mendukung kemampuannya memerangi serangan jantung koroner.
Kesimpulan sebuah hasil penelitian menyebutkan kalium dalam ubi merah memangkas 40% resiko penderita hipertensi terserang stroke fatal.
Sementara tekanan darah yang berlebihan pun merosot 25 %. Jika demikian kenyataannya, kini jangan pernah lagi menganggap remeh ubi jalar merah.
Nikmati kapan saja kita suka, sambil memupuk manfaatnya.
Rabu, 28 Mei 2008
ANTARA AXON, DENDRITE DAN CAHAYA ALLAH
ANTARA AXON, DENDRITE DAN CAHAYA ALLAH
Ust. H. Arsil Ibrahim, MA
Dewan Asatidz Masjid Jami' NURUL YAQIN
Taman Sentosa, Cikarang Bekasi
( www.nurulyaqin. org )
Sel-sel otak manusia berjumlah sekitar 100 milyar. Banyaknya jumlah sel tersebut tidak berarti apa-apa, sebab yang menjadi ukuran kepintaran dan kebijaksanaan seorang manusia adalah sebanyak mana terjadinya interaksi arus listrik (electrical impulses) antara axon pada satu sel otak dengan dendrite pada sel otak yang lain. (Lam Peng Kwan & Eric Y K Lam, 2003). Studi empiris membuktikan bahwa dari 100 milyar sel-sel otak itu, kapasitas interaksi arus listrik dalam rata-rata otak seorang manusia modern hanya berkisar antara 6 sampai 8% saja. Sedangkan sisa 92% lagi dari 100 milyar sel-sel otak adalah daerah gelap dan terbiar bagaikan rimba belantara yang tidak pernah dijelajahi. Itu sebabnya banyak ungkapan yang menggambarkan otak manusia sebagai raksasa yang tidur atau wilayah terbesar dunia yang belum dijelajahi. (Collin Rose & Malcolm J.Nicholl, 1997).
Jika manusia modern menamakan interaksi arus listrik antar sel otak itu dengan istilah electrical impulse yang bergerak dari satu axon ke dendrite, ratusan tahun yang lalu Imam Syafi'i dan gurunya Imam Waki' 'mengistilahkannya' sebagai Nurullah (Cahaya Allah). Beliau dan gurunya Imam Waki' berkeyakinan bahwa dasar daripada pemahaman dan penyerapan yang kuat terhadap ilmu pengetahuan adalah cahaya Allah yang menerangi hati dan pemikiran. Dalam sinergi pemahaman yang sederhana bisa disimpulkan bahwa prosentase electrical impulse pada sel-sel otak manusia dapat dilejitkan dengan cara meningkatkan kapasitas cahaya Allah dalam hati dan pemikiran.
Sebuah riwayat menceritakan bahwa Imam Syafi'i pernah mengadu kepada gurunya tentang kesukarannya dalam menghafal ilmu pengetahuan. Maka gurunya Imam Waki' menasehatinya untuk mensucikan diri dengan meninggalkan kemaksiatan. Beliau juga berpesan demikian, "Ilmu pengetahuan itu adalah cahaya Allah. Dan cahaya Allah tidak akan menyinari hati orang yang berbuat maksiat." Setelah menjalankan pesan gurunya itu tingkat kepahaman dan hafalan Imam Syafi'i terpacu secara luar biasa. Beliau dapat mengingat hampir seluruh huruf pada buku yang dibacanya atau seluruh perkataan pada ceramah yang didengarnya.
Orang yang diterangi Allah hati dan pemikirannya digelari al-Quran sebagai Ulil Albab. Perkataan Albab adalah bentuk plural dari Lubb yang salah satu maknanya adalah akal. Maka Ulil Albab bermaksud orang-orang yang memiliki kemampuan akal yang tinggi (Ibrahim Anis, 1972). Sebutlah nama-nama ulama besar seperti Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Ibnu Taymia, Ibnu Khaldun dan lain-lain. Dengan mengimbas 'cahaya Allah' yang timbul dari ketakwaan, akal mereka begitu tercerahkan (enlighted) dan berhasil menemukan fenomena-fenomena alam semesta. Penemuan mereka bahkan masih menjadi sumber inspirasi dalam dunia ilmu pengetahuan hingga hari ini. Satu-satunya cara yang mereka contohkan agar 'cahaya Allah' berperan dalam memacu kekuatan arus listrik pada sel-sel otak adalah dengan meningkatkan ketakwaan dan meninggalkan kemaksiatan. Firman Allah:
"Dan bertakwalah kepada Allah niscaya Allah akan mengajari kamu ilmu, dan Allah Maha Mengetahui akan segala sesuatu." (Al-Baqarah: 282)
Ayat di atas merupakan rumus yang jelas dan tegas betapa solusi utama yang paling efisien untuk mengeluarkan umat Islam dari kemunduran pemikiran, ketumpulan analisa dan kelemahan ilmu pengetahuan adalah dengan mengkilapkan kembali cahaya ketakwaan dalam sanubari mereka. Inilah cara yang dicontohkan para ulama terdahulu untuk melejitkan interaksi arus listrik (electrical impulse) antara axon dengan dendrite dalam otak.
Lebih menarik lagi untuk disimak sebuah kajian empiris yang dilakukan oleh peneliti ahli dalam bidang neuropsikologi, Michael Persinger dan V.S. Ramachandran. Mereka berdua menemukan adanya 'Titik Tuhan' (God Spot) dalam belantara otak manusia. Lebih rinci lagi mereka menyebutkan bahwa ada sebuah area di sekitar lobus temporal otak yang bersinar saat seseorang diajak untuk berdiskusi dan merenungkan hal-hal yang bersifat keTuhanan. Area tersebut juga menunjukkan peningkatan aktivitas saat seseorang menerima wejangan rohani atau renungan keTuhanan.(Martin, Anthony Dio 2003) Seakan-akan sudah ada suatu mekanisme khusus dalam diri (otak) manusia untuk berhubungan dengan Pencipta alam semesta. Dan sesungguhnya 'hubungan' (atau lazim disebut dalam Islam dengan ibadah) itulah yang meningkatkan kualitas dirinya sebagai manusia dan melejitkan kemampuan akalnya.
Kita sama-sama memahami bahwa ilmu pengetahuan terhasil dari kumpulan pengalaman lima panca indra manusia (penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa dan peraba). Seluruh apa yang dialami oleh lima indra tersebut berupa rangsangan pengalaman (impulse) diterima oleh saraf penerimaan (receptor neurone) untuk selanjutnya dianalisa oleh saraf sensor (sensory neurone). Kesemua proses ini terjadi dengan adanya interaksi arus listrik dalam sel-sel otak sehingga manusia mampu membentuk suatu kesimpulan (analisa) atau melakukan respon fisik (motoric neurone).
Sebesar mana proses interaksi arus listrik dalam otak manusia yang terjadi akibat pengalaman lima indra itu, sebesar itu pulalah daya penyerapan pengetahuan dalam otak. Maka wajarlah jika timbul perbedaan sudut pandang antara manusia yang cerdas (yang memiliki kapasitas besar pada interaksi arus listrik pada sel-sel otaknya) dengan orang awam (yang memiliki kapasitas kecil pada interaksi arus listrik pada sel-sel otaknya). Terutama dalam kemampuan menganalisa apa yang dilihat, dirasa, dan didengarnya. Firman Allah SWT:
"Perbandingan dua golongan itu seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan mendengar. Apakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?" (Surah Hud 11: 24)
Ayat di atas mengesahkan fungsi panca indra sebagai sarana penyerap ilmu pengetahuan. Tentu yang dimaksud dengan pendengaran dan penglihatan di sini bukanlah alat indra mata atau telinga yang dimiliki oleh semua orang secara sama. Tetapi kadar kemampuan sel-sel otak dalam menganalisa pengetahuan yang dideteksi oleh indra-indra tersebut.
Jika kita yakin dengan firman Allah di atas dan percaya dengan penemuan pakar Neuropsikologi tentang 'God Spot', maka tentulah kita berkesimpulan bahwa pencapaian manusia dalam melejitkan kemampuan sel-sel otak sangat tergantung kepada sebanyak mana ia menyerap cahaya Allah dalam dirinya. Pada hadits Qudsi berikut dapat kita pahami betapa sebenarnya kekuatan intelektual para ulama zaman silam ternyata bertapak pada kekuatan spritual mereka dalam menambah cahaya Allah dalam diri. Rasulullah SAW bersabda, Allah SWt berfirman dalam hadits Qudsi:
"Jika HambaKu senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan melakukan hal-hal yang Sunnah, maka ia akan kucintai (Dan jika demikian) maka Akulah yang menjadi pendengaran yang ia mendengar dengannya, Aku menjadi penglihatan yang ia melihat dengannya, Aku menjadi lidah yang ia bertutur dengannya dan Aku menjadi akal yang ia berfikir dengannya. Jika ia berdoa kepadaku niscaya Aku perkenankan. Jika ia meminta kepadaku niscaya Aku kurniakan. Dan jika ia memohon pertolongan kepadaKu pasti Aku tolong. Ibadahnya yang paling Aku cintai adalah kewajiban yang ditunaikannya untukKu" (Hadits Qudsi Riwayat at-Thabrani dalam kitab al-Kabir yang bersumber dari Abu Umamah)
Jelas sekali diilustrasikan dalam hadits Qudsi di atas betapa seorang hamba yang banyak melakukan ibadah Nawafil (sunnah) akan memiliki kekuatan ekstra pada penglihatan, pendengaran, karya tangan dan gerakan kaki. Bayangkanlah para ulama zaman silam yang sudah terbentuk kekuatan penglihatan, pendengaran, pembicaraan dan pemikirannya dengan cahaya-cahaya Allah. Semua interaksi panca indranya teramat kuat karena mengambil imbasan kekuatan Allah. Seluruh hasil bacaannya, hasil pengamatannya, hasil pendengarannya, hasil karya fikirnya diproses oleh sel-sel otak dengan menggunakan kekuatan cahaya Allah.
Rangkuman dari semua kekuatan itulah yang membentuk peribadi-peribadi yang unggul dalam bidang apapun yang ditekuninya. Jika ia seorang pelayar maka ia menjadi pakar ilmu pelayaran yang unggul (Vasco da Gama; tidak akan pernah menjadi manusia Eropa pertama yang sampai ke India dan Nusantara jika bukan karena menyandera pakar pelayaran Muslim bernama Ibnu Majid yang pada saat itu sudah mengarang tiga kitab ilmu pelayaran), jika ia menekuni bidang kedokteran maka ia menjadi dokter yang tiada tanding (Ibnu Sina dengan The Canon of Medicine nya masih menyisakan sisi sisi keilmuan medika yang dikaji hingga hari ini), jika ia menjadi pakar matematik maka ia mampu mengungkapkan misteri angka dan bentuk yang tidak habis digali sepanjang zaman (Trilogi dunia matematika; Al-Jabar, Aritmatika dan Logaritma ternyata ditemukan oleh al-Khawarizmi) dan jika ia menjadi negarawan maka ia menjadi tumpuan kecintaan rakyat karena membawa kesejahteraan yang tiada tara dalam sejarah bangsanya (Umar bin Abdul Aziz menjadikan rakyatnya sejahtera sehingga tidak ada lagi orang yang memerlukan bantuan).
Penulis teringat dengan kata-kata keramat yang ditoreh oleh Imam Malik pada kulit kitabnya yang monumental; al-Muwattha' , "Tidak akan sukses generasi akhir dari umat ini, melainkan mereka mengadopsi cara-cara dan tradisi yang telah mensukseskan generasi pertama."
Kita yang hidup pada akhir zaman ini tidak perlu lagi melakukan proses 'try and error' dalam menciptakan keunggulan sumberdaya manusia. Tumpuan pencarian yang benar adalah pada meningkatkan serapan cahaya Allah sebanyak mungkin, yang dengan mudah kita dapati melalui ibadah-ibadah Sunnah seperti melantunkan al-Quran yang merupakan kalam Ilahi, terdiam dalam sujud-sujud tahajud yang panjang, shalat-shalat sunnah (Dhuha rawatib, dll), puasa-puasa sunnah (Senin, Kamis, puasa Asyura', puasa Arafah, dll) serta ibadah-ibadah sunnah lainnya yang dapat menaikkan derajat kita menjadi orang yang dicintai Allah. Ingatlah betapa hadits di atas menerangkan bahwa jika Allah telah mencintai seseorang maka orang itu dapat melihat, mendengar, berbicara dan berfikir dengan kekuatan dan cahaya Allah. Inilah inti daripada kecerdasan spritual (Spiritual Quotient) yang merupakan motor penggerak terhadap kecerdasan intelektual (Intelectual Quotient) dan kecerdasan emosional (Emotional Quotient).
Wallahu A'lam Bis Showab.
http://www.nurulyaq in.org/index. php?option= com_content& task=view& id=120&Itemid= 39
Ust. H. Arsil Ibrahim, MA
Dewan Asatidz Masjid Jami' NURUL YAQIN
Taman Sentosa, Cikarang Bekasi
( www.nurulyaqin. org )
Sel-sel otak manusia berjumlah sekitar 100 milyar. Banyaknya jumlah sel tersebut tidak berarti apa-apa, sebab yang menjadi ukuran kepintaran dan kebijaksanaan seorang manusia adalah sebanyak mana terjadinya interaksi arus listrik (electrical impulses) antara axon pada satu sel otak dengan dendrite pada sel otak yang lain. (Lam Peng Kwan & Eric Y K Lam, 2003). Studi empiris membuktikan bahwa dari 100 milyar sel-sel otak itu, kapasitas interaksi arus listrik dalam rata-rata otak seorang manusia modern hanya berkisar antara 6 sampai 8% saja. Sedangkan sisa 92% lagi dari 100 milyar sel-sel otak adalah daerah gelap dan terbiar bagaikan rimba belantara yang tidak pernah dijelajahi. Itu sebabnya banyak ungkapan yang menggambarkan otak manusia sebagai raksasa yang tidur atau wilayah terbesar dunia yang belum dijelajahi. (Collin Rose & Malcolm J.Nicholl, 1997).
Jika manusia modern menamakan interaksi arus listrik antar sel otak itu dengan istilah electrical impulse yang bergerak dari satu axon ke dendrite, ratusan tahun yang lalu Imam Syafi'i dan gurunya Imam Waki' 'mengistilahkannya' sebagai Nurullah (Cahaya Allah). Beliau dan gurunya Imam Waki' berkeyakinan bahwa dasar daripada pemahaman dan penyerapan yang kuat terhadap ilmu pengetahuan adalah cahaya Allah yang menerangi hati dan pemikiran. Dalam sinergi pemahaman yang sederhana bisa disimpulkan bahwa prosentase electrical impulse pada sel-sel otak manusia dapat dilejitkan dengan cara meningkatkan kapasitas cahaya Allah dalam hati dan pemikiran.
Sebuah riwayat menceritakan bahwa Imam Syafi'i pernah mengadu kepada gurunya tentang kesukarannya dalam menghafal ilmu pengetahuan. Maka gurunya Imam Waki' menasehatinya untuk mensucikan diri dengan meninggalkan kemaksiatan. Beliau juga berpesan demikian, "Ilmu pengetahuan itu adalah cahaya Allah. Dan cahaya Allah tidak akan menyinari hati orang yang berbuat maksiat." Setelah menjalankan pesan gurunya itu tingkat kepahaman dan hafalan Imam Syafi'i terpacu secara luar biasa. Beliau dapat mengingat hampir seluruh huruf pada buku yang dibacanya atau seluruh perkataan pada ceramah yang didengarnya.
Orang yang diterangi Allah hati dan pemikirannya digelari al-Quran sebagai Ulil Albab. Perkataan Albab adalah bentuk plural dari Lubb yang salah satu maknanya adalah akal. Maka Ulil Albab bermaksud orang-orang yang memiliki kemampuan akal yang tinggi (Ibrahim Anis, 1972). Sebutlah nama-nama ulama besar seperti Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Ibnu Taymia, Ibnu Khaldun dan lain-lain. Dengan mengimbas 'cahaya Allah' yang timbul dari ketakwaan, akal mereka begitu tercerahkan (enlighted) dan berhasil menemukan fenomena-fenomena alam semesta. Penemuan mereka bahkan masih menjadi sumber inspirasi dalam dunia ilmu pengetahuan hingga hari ini. Satu-satunya cara yang mereka contohkan agar 'cahaya Allah' berperan dalam memacu kekuatan arus listrik pada sel-sel otak adalah dengan meningkatkan ketakwaan dan meninggalkan kemaksiatan. Firman Allah:
"Dan bertakwalah kepada Allah niscaya Allah akan mengajari kamu ilmu, dan Allah Maha Mengetahui akan segala sesuatu." (Al-Baqarah: 282)
Ayat di atas merupakan rumus yang jelas dan tegas betapa solusi utama yang paling efisien untuk mengeluarkan umat Islam dari kemunduran pemikiran, ketumpulan analisa dan kelemahan ilmu pengetahuan adalah dengan mengkilapkan kembali cahaya ketakwaan dalam sanubari mereka. Inilah cara yang dicontohkan para ulama terdahulu untuk melejitkan interaksi arus listrik (electrical impulse) antara axon dengan dendrite dalam otak.
Lebih menarik lagi untuk disimak sebuah kajian empiris yang dilakukan oleh peneliti ahli dalam bidang neuropsikologi, Michael Persinger dan V.S. Ramachandran. Mereka berdua menemukan adanya 'Titik Tuhan' (God Spot) dalam belantara otak manusia. Lebih rinci lagi mereka menyebutkan bahwa ada sebuah area di sekitar lobus temporal otak yang bersinar saat seseorang diajak untuk berdiskusi dan merenungkan hal-hal yang bersifat keTuhanan. Area tersebut juga menunjukkan peningkatan aktivitas saat seseorang menerima wejangan rohani atau renungan keTuhanan.(Martin, Anthony Dio 2003) Seakan-akan sudah ada suatu mekanisme khusus dalam diri (otak) manusia untuk berhubungan dengan Pencipta alam semesta. Dan sesungguhnya 'hubungan' (atau lazim disebut dalam Islam dengan ibadah) itulah yang meningkatkan kualitas dirinya sebagai manusia dan melejitkan kemampuan akalnya.
Kita sama-sama memahami bahwa ilmu pengetahuan terhasil dari kumpulan pengalaman lima panca indra manusia (penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa dan peraba). Seluruh apa yang dialami oleh lima indra tersebut berupa rangsangan pengalaman (impulse) diterima oleh saraf penerimaan (receptor neurone) untuk selanjutnya dianalisa oleh saraf sensor (sensory neurone). Kesemua proses ini terjadi dengan adanya interaksi arus listrik dalam sel-sel otak sehingga manusia mampu membentuk suatu kesimpulan (analisa) atau melakukan respon fisik (motoric neurone).
Sebesar mana proses interaksi arus listrik dalam otak manusia yang terjadi akibat pengalaman lima indra itu, sebesar itu pulalah daya penyerapan pengetahuan dalam otak. Maka wajarlah jika timbul perbedaan sudut pandang antara manusia yang cerdas (yang memiliki kapasitas besar pada interaksi arus listrik pada sel-sel otaknya) dengan orang awam (yang memiliki kapasitas kecil pada interaksi arus listrik pada sel-sel otaknya). Terutama dalam kemampuan menganalisa apa yang dilihat, dirasa, dan didengarnya. Firman Allah SWT:
"Perbandingan dua golongan itu seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan mendengar. Apakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?" (Surah Hud 11: 24)
Ayat di atas mengesahkan fungsi panca indra sebagai sarana penyerap ilmu pengetahuan. Tentu yang dimaksud dengan pendengaran dan penglihatan di sini bukanlah alat indra mata atau telinga yang dimiliki oleh semua orang secara sama. Tetapi kadar kemampuan sel-sel otak dalam menganalisa pengetahuan yang dideteksi oleh indra-indra tersebut.
Jika kita yakin dengan firman Allah di atas dan percaya dengan penemuan pakar Neuropsikologi tentang 'God Spot', maka tentulah kita berkesimpulan bahwa pencapaian manusia dalam melejitkan kemampuan sel-sel otak sangat tergantung kepada sebanyak mana ia menyerap cahaya Allah dalam dirinya. Pada hadits Qudsi berikut dapat kita pahami betapa sebenarnya kekuatan intelektual para ulama zaman silam ternyata bertapak pada kekuatan spritual mereka dalam menambah cahaya Allah dalam diri. Rasulullah SAW bersabda, Allah SWt berfirman dalam hadits Qudsi:
"Jika HambaKu senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan melakukan hal-hal yang Sunnah, maka ia akan kucintai (Dan jika demikian) maka Akulah yang menjadi pendengaran yang ia mendengar dengannya, Aku menjadi penglihatan yang ia melihat dengannya, Aku menjadi lidah yang ia bertutur dengannya dan Aku menjadi akal yang ia berfikir dengannya. Jika ia berdoa kepadaku niscaya Aku perkenankan. Jika ia meminta kepadaku niscaya Aku kurniakan. Dan jika ia memohon pertolongan kepadaKu pasti Aku tolong. Ibadahnya yang paling Aku cintai adalah kewajiban yang ditunaikannya untukKu" (Hadits Qudsi Riwayat at-Thabrani dalam kitab al-Kabir yang bersumber dari Abu Umamah)
Jelas sekali diilustrasikan dalam hadits Qudsi di atas betapa seorang hamba yang banyak melakukan ibadah Nawafil (sunnah) akan memiliki kekuatan ekstra pada penglihatan, pendengaran, karya tangan dan gerakan kaki. Bayangkanlah para ulama zaman silam yang sudah terbentuk kekuatan penglihatan, pendengaran, pembicaraan dan pemikirannya dengan cahaya-cahaya Allah. Semua interaksi panca indranya teramat kuat karena mengambil imbasan kekuatan Allah. Seluruh hasil bacaannya, hasil pengamatannya, hasil pendengarannya, hasil karya fikirnya diproses oleh sel-sel otak dengan menggunakan kekuatan cahaya Allah.
Rangkuman dari semua kekuatan itulah yang membentuk peribadi-peribadi yang unggul dalam bidang apapun yang ditekuninya. Jika ia seorang pelayar maka ia menjadi pakar ilmu pelayaran yang unggul (Vasco da Gama; tidak akan pernah menjadi manusia Eropa pertama yang sampai ke India dan Nusantara jika bukan karena menyandera pakar pelayaran Muslim bernama Ibnu Majid yang pada saat itu sudah mengarang tiga kitab ilmu pelayaran), jika ia menekuni bidang kedokteran maka ia menjadi dokter yang tiada tanding (Ibnu Sina dengan The Canon of Medicine nya masih menyisakan sisi sisi keilmuan medika yang dikaji hingga hari ini), jika ia menjadi pakar matematik maka ia mampu mengungkapkan misteri angka dan bentuk yang tidak habis digali sepanjang zaman (Trilogi dunia matematika; Al-Jabar, Aritmatika dan Logaritma ternyata ditemukan oleh al-Khawarizmi) dan jika ia menjadi negarawan maka ia menjadi tumpuan kecintaan rakyat karena membawa kesejahteraan yang tiada tara dalam sejarah bangsanya (Umar bin Abdul Aziz menjadikan rakyatnya sejahtera sehingga tidak ada lagi orang yang memerlukan bantuan).
Penulis teringat dengan kata-kata keramat yang ditoreh oleh Imam Malik pada kulit kitabnya yang monumental; al-Muwattha' , "Tidak akan sukses generasi akhir dari umat ini, melainkan mereka mengadopsi cara-cara dan tradisi yang telah mensukseskan generasi pertama."
Kita yang hidup pada akhir zaman ini tidak perlu lagi melakukan proses 'try and error' dalam menciptakan keunggulan sumberdaya manusia. Tumpuan pencarian yang benar adalah pada meningkatkan serapan cahaya Allah sebanyak mungkin, yang dengan mudah kita dapati melalui ibadah-ibadah Sunnah seperti melantunkan al-Quran yang merupakan kalam Ilahi, terdiam dalam sujud-sujud tahajud yang panjang, shalat-shalat sunnah (Dhuha rawatib, dll), puasa-puasa sunnah (Senin, Kamis, puasa Asyura', puasa Arafah, dll) serta ibadah-ibadah sunnah lainnya yang dapat menaikkan derajat kita menjadi orang yang dicintai Allah. Ingatlah betapa hadits di atas menerangkan bahwa jika Allah telah mencintai seseorang maka orang itu dapat melihat, mendengar, berbicara dan berfikir dengan kekuatan dan cahaya Allah. Inilah inti daripada kecerdasan spritual (Spiritual Quotient) yang merupakan motor penggerak terhadap kecerdasan intelektual (Intelectual Quotient) dan kecerdasan emosional (Emotional Quotient).
Wallahu A'lam Bis Showab.
http://www.nurulyaq in.org/index. php?option= com_content& task=view& id=120&Itemid= 39
Pengadilan Kembali Menangkan Gugatan Konsumen Parkir
Pengadilan Kembali Menangkan Gugatan Konsumen Parkir
Ketidaktelitian dan ketidakhati- hatian Secure Parking yang mengakibatkan hilangnya kendaraan seorang konsumen dinilai sebagai perbuatan melawan hukum. Hakim juga memerintahkan secure parking untuk tidak lagi mencantumkan klausula baku .
Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat bisa jadi kabar gembira bagi konsumen parkir. Pasalnya majelis hakim memutuskan agar pihak pengelola parkir tidak mengelak bertanggung jawab ketika terjadi kehilangan kendaraan di tempat parkir. Si pengelola harus membayar ganti rugi atas hilangnya kendaraan itu.
Demikian yang tergambar dalam putusan majelis hakim pimpinan Dasniel di PN Jakarta Pusat dalam perkara antara Sumito Y Viansyah melawan PT Securindo Packatama atau yang biasa dikenal dengan Secure Parking. "Menghukum Tergugat (Secure Parking, red) untuk membayar kerugian materil kepada penggugat (Sumito, red) sebesar Rp30.950.000, " Dasniel membacakan amar putusan pada Rabu (7/5).
Sumito kehilangan sepeda motor Honda Tiger yang ia parkir di bilangan Fatmawati, Jakarta Selatan. Kebetulan pengelola parkir di tempat itu adalah Secure Parking. Sumito protes ke petugas Secure Parking. Ia merasa tidak pernah menyuruh orang lain memindahkan motornya. Sebagai bukti, ia tunjukan kunci motor, STNK dan karcis parkir yang masih di genggaman.
Protes Sumito hanya ditanggapi Secure Parking dengan dibuatkannya Surat Tanda Bukti Lapor (STBL). Merasa tidak puas, Sumito membawa perkaranya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Saat itu, secure parking hanya bersedia mengganti kerugian sebesar Rp7 juta. Sumito tidak terima. Ia menganggap Secure Parking telah lalai dan harus mengganti seluruh kerugian. Karena tidak menemukan titik sepakat, perkara ini kemudian bergulir ke PN Jakarta Pusat.
Perbuatan Melawan Hukum
Setelah perkara gugatan ini diperiksa selama lebih kurang tujuh bulan, akhirnya Sumito bisa tersenyum. Hakim mengabulkan tuntutan ganti rugi materil sebesar Rp30,95 juta yang terdiri dari harga pasaran sepeda motornya dan ongkos transportasi yang mesti dikeluarkannya lantaran tidak berkendara pribadi lagi. Untuk tuntutan ganti rugi immateriil sebesar Rp100 juta, hakim menolaknya karena dinilai tidak berdasar.
Pada bagian pertimbangan hukumnya, hakim mengkualifisir perjanjian antara pengelola parkir dengan konsumen sebagai perjanjian penitipan. "Sehingga Tergugat harus bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan kendaraan milik Penggugat," ujar Reno Listowo, anggota majelis hakim saat bergiliran membaca pertimbangan hukum.
Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, lanjut Reno, terbukti tergugat telah membiarkan sepeda motor penggugat di bawa keluar areal parkir tanpa pemeriksaan karcis parkir. "Artinya, sikap ketidaktelitian dan ketidakhati- hatian tergugat membuat tergugat melanggar kewajiban hukumnya untuk menjamin keamanan kendaraan milik pengguat," ungkapnya.
Lebih jauh Hakim menjabarkan beberapa d efi nisi perbuatan melawan hukum (PMH). "Dimana perbuatan melawan kewajiban hukumnya sendiri juga merupakan perbuatan melawan hukum atau onrechtmatigedaad," demikian Reno.
Larang Klausula Baku
Pada bagian lain amar putusan, majelis hakim juga melarang Secure Parking untuk tidak lagi mencantumkan klausula baku yang mengalihkan tanggung jawab dari pengelola parkir kepada pemilik kendaraan atau konsumen parkir.
Contoh klausula baku yang terdapat di tiket parkir Secure Parking bertuliskan Asuransi kendaraan dan barang-barang di dalamnya serta semua resiko atas segala kerusakan dan kehilangan atas kendaraan yang diparkirkan dan barang-barang di dalamnya merupakan kewajiban pemilik kendaraan itu sendiri (tidak ada penggantian berupa apapun dari penyedia parkir. Untaian kata inilah yang dilarang hakim untuk dicantumkan dalam tiket parkir Secure Parking.
Amar putusan hakim itu bukannya tanpa landasan. Menurut hakim bisnis perparkiran tidak sekedar bisnis penyedia jasa, melainkan bisnis yang menjanjikan keuntungan besar bagi pengelola parkir. Karenanya di sisi lain jaminan perlindungan hukum kepada konsumen parkir harus lebih diseimbangkan.
Keberadaan klausula baku , masih menurut hakim, malah tidak mencerminkan keseimbangan perlindungan hukum bagi konsumen. "Konsumen selalu dalam kondisi dilemahkan dan hanya bisa menerima keadaan yang dipaksakan pelaku usaha," tegas hakim Reno . Kondisi ini bertentangan dengan asas kesepakatan sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian seperti diatur pada Pasal 1320 KUHPerdata. Tidak hanya bertentangan dengan KUHPerdata, hakim juga menunjuk klausula baku sangat jelas dilarang dalam Pasal 18 Ayat (1) huruf a UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Ironisnya, klausula baku di bidang perparkiran ternyata dilegalkan Pemprov DKI Jakarta melalui Perda No 5 Tahun 1999 tentang Perparkiran. Namun, hakim membuat 'terobosan' dengan menyatakan klausula baku dalam Perda itu bertentangan dengan KUH Perdata dan juga UU Perlindungan Konsumen sehingga tergugat dilarang mencantumkannya lagi di dalam tiket parkir.
Ditemui usai persidangan, kuasa hukum Secure Parking, Sahara D. Pangaribuan menilai hakim tidak konsisten menerapkan hukum acara. "Penggugat pada saat persidangan berlangsung mengubah formalitas gugatan. Sebelumnya disebut nama penggugat adalah Sumitomo. Namun belakangan berganti menjadi Sumito saja. Saat itu hakim menolak, tapi ternyata tidak dipersoalkan dalam putusan," ujar Sahara .
Di lain pihak, Evalina, kuasa hukum Sumito mengaku cukup puas meski hanya sebagian gugatannya yang dikabulkan. "Yang penting adalah kerugian materil terbayar dan pelarangan klausula baku di tiket secure parking selanjutnya. "
Belum Dibatalkan
Appe Hutahuruk, kuasa hukum Secure Parking yang lain menambahkan, hakim telah membuat kekeliruan besar dengan menyebut kliennya telah melakukan PMH. "Sangat keliru dan aneh. Perda yang membolehkan (klausula baku ) itu belum pernah dibatalkan. Lalu melanggar dimananya?" cetus Appe sembari menyebut keinginannya mengajukan upaya hukum banding.
Patut dicatat, saat ini pengujian klausula baku di dalam Perda Perparkiran sedang dilakukan di Mahkamah Agung. Pasang Haro, pemohon uji materil Perda Perparkiran itu berharap agar Pasal klausula baku dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat lagi.
Bagi Secure Parking, ini adalah kekalahan kedua kalinya dari konsumen parkir yang kendaraanya hilang di lokasi parkir. Sebelumnya, adalah kasus hilangnya mobil Toyota Kijang di bilangan Cempaka Mas pada 2000 silam. Perkara itu sendiri sudah diputus hingga Mahkamah Agung bagi kemenangan konsumen parkir.
Ketidaktelitian dan ketidakhati- hatian Secure Parking yang mengakibatkan hilangnya kendaraan seorang konsumen dinilai sebagai perbuatan melawan hukum. Hakim juga memerintahkan secure parking untuk tidak lagi mencantumkan klausula baku .
Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat bisa jadi kabar gembira bagi konsumen parkir. Pasalnya majelis hakim memutuskan agar pihak pengelola parkir tidak mengelak bertanggung jawab ketika terjadi kehilangan kendaraan di tempat parkir. Si pengelola harus membayar ganti rugi atas hilangnya kendaraan itu.
Demikian yang tergambar dalam putusan majelis hakim pimpinan Dasniel di PN Jakarta Pusat dalam perkara antara Sumito Y Viansyah melawan PT Securindo Packatama atau yang biasa dikenal dengan Secure Parking. "Menghukum Tergugat (Secure Parking, red) untuk membayar kerugian materil kepada penggugat (Sumito, red) sebesar Rp30.950.000, " Dasniel membacakan amar putusan pada Rabu (7/5).
Sumito kehilangan sepeda motor Honda Tiger yang ia parkir di bilangan Fatmawati, Jakarta Selatan. Kebetulan pengelola parkir di tempat itu adalah Secure Parking. Sumito protes ke petugas Secure Parking. Ia merasa tidak pernah menyuruh orang lain memindahkan motornya. Sebagai bukti, ia tunjukan kunci motor, STNK dan karcis parkir yang masih di genggaman.
Protes Sumito hanya ditanggapi Secure Parking dengan dibuatkannya Surat Tanda Bukti Lapor (STBL). Merasa tidak puas, Sumito membawa perkaranya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Saat itu, secure parking hanya bersedia mengganti kerugian sebesar Rp7 juta. Sumito tidak terima. Ia menganggap Secure Parking telah lalai dan harus mengganti seluruh kerugian. Karena tidak menemukan titik sepakat, perkara ini kemudian bergulir ke PN Jakarta Pusat.
Perbuatan Melawan Hukum
Setelah perkara gugatan ini diperiksa selama lebih kurang tujuh bulan, akhirnya Sumito bisa tersenyum. Hakim mengabulkan tuntutan ganti rugi materil sebesar Rp30,95 juta yang terdiri dari harga pasaran sepeda motornya dan ongkos transportasi yang mesti dikeluarkannya lantaran tidak berkendara pribadi lagi. Untuk tuntutan ganti rugi immateriil sebesar Rp100 juta, hakim menolaknya karena dinilai tidak berdasar.
Pada bagian pertimbangan hukumnya, hakim mengkualifisir perjanjian antara pengelola parkir dengan konsumen sebagai perjanjian penitipan. "Sehingga Tergugat harus bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan kendaraan milik Penggugat," ujar Reno Listowo, anggota majelis hakim saat bergiliran membaca pertimbangan hukum.
Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, lanjut Reno, terbukti tergugat telah membiarkan sepeda motor penggugat di bawa keluar areal parkir tanpa pemeriksaan karcis parkir. "Artinya, sikap ketidaktelitian dan ketidakhati- hatian tergugat membuat tergugat melanggar kewajiban hukumnya untuk menjamin keamanan kendaraan milik pengguat," ungkapnya.
Lebih jauh Hakim menjabarkan beberapa d efi nisi perbuatan melawan hukum (PMH). "Dimana perbuatan melawan kewajiban hukumnya sendiri juga merupakan perbuatan melawan hukum atau onrechtmatigedaad," demikian Reno.
Larang Klausula Baku
Pada bagian lain amar putusan, majelis hakim juga melarang Secure Parking untuk tidak lagi mencantumkan klausula baku yang mengalihkan tanggung jawab dari pengelola parkir kepada pemilik kendaraan atau konsumen parkir.
Contoh klausula baku yang terdapat di tiket parkir Secure Parking bertuliskan Asuransi kendaraan dan barang-barang di dalamnya serta semua resiko atas segala kerusakan dan kehilangan atas kendaraan yang diparkirkan dan barang-barang di dalamnya merupakan kewajiban pemilik kendaraan itu sendiri (tidak ada penggantian berupa apapun dari penyedia parkir. Untaian kata inilah yang dilarang hakim untuk dicantumkan dalam tiket parkir Secure Parking.
Amar putusan hakim itu bukannya tanpa landasan. Menurut hakim bisnis perparkiran tidak sekedar bisnis penyedia jasa, melainkan bisnis yang menjanjikan keuntungan besar bagi pengelola parkir. Karenanya di sisi lain jaminan perlindungan hukum kepada konsumen parkir harus lebih diseimbangkan.
Keberadaan klausula baku , masih menurut hakim, malah tidak mencerminkan keseimbangan perlindungan hukum bagi konsumen. "Konsumen selalu dalam kondisi dilemahkan dan hanya bisa menerima keadaan yang dipaksakan pelaku usaha," tegas hakim Reno . Kondisi ini bertentangan dengan asas kesepakatan sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian seperti diatur pada Pasal 1320 KUHPerdata. Tidak hanya bertentangan dengan KUHPerdata, hakim juga menunjuk klausula baku sangat jelas dilarang dalam Pasal 18 Ayat (1) huruf a UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Ironisnya, klausula baku di bidang perparkiran ternyata dilegalkan Pemprov DKI Jakarta melalui Perda No 5 Tahun 1999 tentang Perparkiran. Namun, hakim membuat 'terobosan' dengan menyatakan klausula baku dalam Perda itu bertentangan dengan KUH Perdata dan juga UU Perlindungan Konsumen sehingga tergugat dilarang mencantumkannya lagi di dalam tiket parkir.
Ditemui usai persidangan, kuasa hukum Secure Parking, Sahara D. Pangaribuan menilai hakim tidak konsisten menerapkan hukum acara. "Penggugat pada saat persidangan berlangsung mengubah formalitas gugatan. Sebelumnya disebut nama penggugat adalah Sumitomo. Namun belakangan berganti menjadi Sumito saja. Saat itu hakim menolak, tapi ternyata tidak dipersoalkan dalam putusan," ujar Sahara .
Di lain pihak, Evalina, kuasa hukum Sumito mengaku cukup puas meski hanya sebagian gugatannya yang dikabulkan. "Yang penting adalah kerugian materil terbayar dan pelarangan klausula baku di tiket secure parking selanjutnya. "
Belum Dibatalkan
Appe Hutahuruk, kuasa hukum Secure Parking yang lain menambahkan, hakim telah membuat kekeliruan besar dengan menyebut kliennya telah melakukan PMH. "Sangat keliru dan aneh. Perda yang membolehkan (klausula baku ) itu belum pernah dibatalkan. Lalu melanggar dimananya?" cetus Appe sembari menyebut keinginannya mengajukan upaya hukum banding.
Patut dicatat, saat ini pengujian klausula baku di dalam Perda Perparkiran sedang dilakukan di Mahkamah Agung. Pasang Haro, pemohon uji materil Perda Perparkiran itu berharap agar Pasal klausula baku dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat lagi.
Bagi Secure Parking, ini adalah kekalahan kedua kalinya dari konsumen parkir yang kendaraanya hilang di lokasi parkir. Sebelumnya, adalah kasus hilangnya mobil Toyota Kijang di bilangan Cempaka Mas pada 2000 silam. Perkara itu sendiri sudah diputus hingga Mahkamah Agung bagi kemenangan konsumen parkir.
Jumat, 23 Mei 2008
20 Rambu Dalam Hidup Bermasyarakat
Oleh: Mochamad Bugi
dakwatuna.com - Islam sangat mendorong pemeluknya hidup bermasyarakat secara sehat. Islam mencela orang yang mengasingkan diri dari kehidupan sosial. Untuk itu, Islam memberi rambu-rambu agar seorang muslim bisa hidup berdampingan dalam masyarakatnya dengan sehat tanpa
merugikan satu sama lain. Berikut ini 20 rambu tersebut.
1. Saling memberi nasihat
Saling menasihati adalah salah satu bentuk kesetiaan seorang muslim kepada saudara muslimnya yang lain. Nasihat juga adalah bukti kesempurnaan dan lengkapnya keshalihan seseorang dalam beragama.
Dari Tamim Ad-Daari r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya agama (ad-din) itu an-nashihah. " Kami bertanya, "Nasihat bagi siapakah, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Bagi Allah, bagi Kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, dan bagi para imam/ulama muslimin dan bagi orang-orang awam di antara kalian." (Muslim no. 55)
Dari Jabir bin Abdullah r.a. yang berkata, aku membai'at Rasulullah saw. untuk (mau) mendengar dan menaati (Islam). Lalu beliau mengajariku, "(Lakukanlah) apa yang dapat kamu lakukan dan (hendaknya) kamu menasihati kepada setiap muslim." (Bukhari no. 7204)
Jadi, saat turun bermasyarakat seorang muslim senantiasa menggunakan kesempatan itu untuk saling menasihati. Pertama, saling mengingatkan untuk menjaga keikhlasan hanya untuk Allah swt. semata. Kedua, saling menasihati untuk membenarkan dan menyakini bahwa Al-Qur'an itu benar dan diamalkan sebagai pedoman hidup. Ketiga, saling mengingatkan untuk mengakui kebenaran Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya, untuk taat pada setiap perintahnya, serta meneladani dan melanjutkan risalah dakwahnya.
Keempat, mengingatkan imam/ulama jika mereka menyimpang dan taat kepada mereka dalam kebenaran. Kelima, menasihati orang awam dalam bentuk membimbing mereka untuk memperoleh kemaslahatan.
2. Jauhi Perbuatan Zalim
Dalam sebuah hadits qudsi, Abu Dzar r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. berkata bahwa Allah swt. berfirman, "Hai hamba-hamba- Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan perbuatan zalim atas diri-Ku dan Aku jadikan kezaliman it uharam di atanramu, maka janganlah kamu saling menzalimi." (Muslim no. 2577)
Dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Muslim (sejati) itu ialah yang dapat menyelamatkan muslim lain dari gangguan lidah dan tangannya." (Muslim no. 41)
3. Berakhlak MuliaAbdullah bin `Amr bin Ash r.a. berkata Rasulullah saw itu bukanlah seorang yang buruk perkataanya dan tidak berusaha untuk melakukan hal seperti itu. Bahkan Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya termasuk orang-orang pilihan di antaramu adalah yang paling bagus akhlaknya." (Bukhari no. 3559 dan Muslim no. 2331)
Dari Abu Darda bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tidak ada sesuatu yang paling berat timbangannya bagi mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang bagus. Dan sesungguhnya Allah membenci orang yang buruk tutur katanya dan jorok (cabul)." (Abu Dawud no. 4799 dan Turmudzi no. 2003)
Dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kamu dan paling dekat kedudukannya denganku pada hari kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya. Dan sesungguhnya yang paling aku benci di antara kamu dan paling jauh tempatnya dariku pada hari kiamat adalah orang yang banyak bicara tanpa manfaat, yang banyak bicara dibuat-buat, dan memenuhi mulutnya dengan segala macam perkataan (tak berbobot)." (Turmudzi no. 2018))
4. Saling membantu dalam kebaikan
Seorang muslim hendaknya suka membantu sesamanya. Ini perintah Rasulullah saw. seperti yang diriwayatkan Abdullah bin Umar, "Muslim itu saudara(nya) muslim. Ia tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menyerahkannya ke tangan musuh. Barangsiapa yang berkenan memenuhi hajat kebutuhan saudaranya, maka Allah pasti memenuhi hajatnya.
Barangsiapa melepaskan suatu kesulitan muslim, maka Allah akan melepaskan darinya salah satu kesulitannya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) muslim, maka Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat." (Bukhari no. 2442 dan Muslim no. 2580)
Abu Hurairah juga meriyaratkan hadits yang mirip. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang melepaskan suatu kesusahan seroang mukmin di antara berbagai kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan darinya salah satu di antara berbagai kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa
yang memudahkan orang yang mendapatkan kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah itu akan selalu membantu hamba jika ia mau membantu saudaranya. Dan barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan untuk menuju surga. Tidak ada suatu kaum yang berkumpul di salah satu rumah Allah seraya membaca kitab Allah -Al-Qur'an-dan mereka mempelajari Al-Qur'an tersebut kecuali akan turun kepada mereka ketenangan dan mereka pun akan diliputi rahmat Allah serta mereka akan diliputi malaikan, bahkan Allah pun akan menyebut-nyebut mereka di hadapan makhluk lain di sisi-Nya. Serta, barangsiapa yang menangguhkan amal ibadahnya, maka tidak akan dipercepat keturunannya. " (Muslim no. 2699)
5. Suka berkorban dan memberi
Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan yang di atas itu ialah tangan yang memberi; sedangkan tangan yang di bawah ialah yang meminta-minta. " (Bukhari no. 1429 dan Muslim no. 1033)
Abdullah bin Umar juga mengabarkan bahwa Rasulullah saw. bersabda dalam khutbahnya, "Jauhilah olehmu sifat kikir. Sebab, orang-orang sebelum kamu itu hancur karena kikir. (Pemimpin mereka) memerintahkan mereka untuk kikir, lalu mereka pun kikir; ia memerintahkan untuk memutuskan hubungan (persaudaraan) lalu mereka pun memutuskan hubungan (persaudaraan) ; dan ia memerintahkannya untuk berbuat durhaka, merekapun melakukan perbuatan durhaka," (Abu Dawud no. 1698, Hakim no. 415, dan shahih al-jami' no. 2675)
6. Mengatakan kebenaran
Seorang muslim selalu mengatakan hal yang benar. Meskipun perkataan itu akan pahit dirasakan karena mengenai dirinya sendiri atau berhadapan dengan penguasa. Abu Sa'id Al-Kudri r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. shalat bersama kami pada shalat ashar di siang hari.
Lalu ia berdiri untuk berkhutbah. Tiada ia meninggalkan suatu berita tentang (dan untuk menuju) akhirat kecuali ia memberitahukannya kepada kami. Berita itu akan dihapal oleh orang yang menghapalkannya dan akan dilupakan oleh orang yang melupakannya. Dan di antara yang
disabdakannya adalah, "Ingatlah, jangan sampai ada seorang pun terhalang oleh wibawa (kharisma) seseorang untuk mengatakan (dan memperjuangkan) yang hak jika ia mengetahuinya. " (Turmudzi no. 2191, Ibnu Majah no. 4007, Hakim no. 506, dan Silsilah Shahihah no. 168)
Zaid bin Abdullah bin Umar r.a. bercerita bahwa ada sejumlah orangyang berkata kepada Abdullah bin Umar, "Kita sungguh akan memasuki (menghadap) Sultan atau Amir kita. Maka kita (mesti) mengatakan kepada mereka apa yang berbeda dengan apa yang kita katakan jika kita keluar dari sisi mereka." Lalu Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Kami menganggap yang seperti itu di masa Rasulullah saw. sebagai kemunafikan. " (Bukhari no. 7178)
Semoga kita bisa selalu istiqomah untuk mengatakan hal yang benar kepada siapapun sehingga kita tidak tergolong orang yang memiliki sifat munafik.
7. Mengajak berbuat baik
Salah satu tujuan seorang muslim bergaul dengan masyarakat di sekitar dirinya adalah dalam rangka mengajak mereka untuk berbuat kebaikan.
Dan ini adalah perintah Allah swt., "Hendaklah ada di antara kamu sekelompok orang yang mengajak kepada kebaikan dan melarang perbuatan munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Ali Imrah: 110)
Dan mengajak orang melakukan kebaikan sungguh besar pahalanya. Rasululllah saw. bersabda –seperti yang diterima dari Abu Sa'id Al-Kudri–, "Barangsiapa yang mengajak/menunjukka n kepada kebaikan, maka ia berhak mendapatkan pahala sebesar pahala orang yang
melakukannya. " (Muslim no. 1893)
Abu Hurairah r.a. juga meriwayatkan hadits serupa. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang mengajak kepada kebenaran, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tidak berkurang dari pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosa sebesar dosa orang-orang yang mengikutinya, tidak berkurang dari dosa mereka sedikitpun." (Muslim no. 2674)
8. Menjauhi perbuatan munkar
Di manapun seorang muslim berada, ia selalu punya energi untuk mencegah dirinya dan orang di sekitarnya dari melakukan perbuatan munkar. Abu Sa'id Al-Kudri mengabarkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa di antara kamu yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika tidak dapat, maka hendaknya ia mengubahnya dengan lidahnya; jika tidak dapat dengan itu, maka dengan hatinya, dan ini adalah keimanan yang paling rendah." (Muslim no. 49)
Rasulullah saw. sangat melarang seorang muslim menjadi orang yang permisif dengan kemunkaran. `Ars bin Umairah Al-Kindi r.a. menyampaikan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Jika suatu kesalahan/dosa diperbuat di buka bumi, maka orang yang menyaksikannya dan membencinya lalu mengingkarinya seperti orang yang tidak ada di situ –tidak mengetahuinya– dan barangsiapa yang tidak ada di sana –tidak mengetahuinya– tetapi meridhainya, ia seperti orang yang menyaksikannya. " (Abu Dawud no. 4345 dan Shahihul Jami' no. 7020)
9. Sabar dan murah hati
Bergaul dengan sesama tentu membutuhkan kesiapan mental dan kestabilan emosional. Sebab, manusia beragam sifatnya. Sifat sabar dan murah hati adalah bekal yang harus disiapkan seorang muslim. Apalagi Allah swt. dalam surat Ali Imran ayat 134 menjadikan dua sifat ini sebagai ciri
ketakwaan. "Bergegaslah menuju ampunan Tuhanmu dan surga yang seluas langit dan bumi disiapkan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang mendermakan (hartanya) di waktu senang maupun ketika menderita, dan orang-orang yang menahan marahnya serta yang memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah itu suka kepada orang-orang yang
(suka) berbuat baik."
Bahkan Rasulullah saw. menyebut orang yang mampu menahan marah, bersabar, dan bermurah hati sebagai jagoan. Abu Hurairah merekam sabda Rasulullah saw. ini, "Orang jagoan itu bukanlah ditentukan dengan (jagoan) gulat. Justru orang jagoan itu ialah orang yang dapat menahan dirinya ketika marah." (Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609).
Subhanallah! Jika setiap manusia mampu mengamalkan sabda Rasulullah saw. ini tentu sengketa, perselisihan, konflik, perseteruan, perang, dan pertumpahan darah akan menjadi hal yang langka di muka bumi ini.
10. Pemaaf, toleran, dan tawadhu'
Bergaul dengan masyarakat tentu tak selamanya harmonis. Kadang ada geserkan karena sesuatu hal. Dan menyimpan dendam adalah ciri pribadi yang tidak sehat dalam bergaul dengan masyarakat. Allah swt. justru mengajarkan kepada kita untuk menjadi orang yang pemaaf. Bahkan, membalas keburukan dengan kebaikan. "Balaslah keburukan dengan cara yang baik." (Al-Mu'minun: 96)
Sebab, ketika kita memberi maaf, memberi toleransi, dan tawadhu, itu semua tidak membuat kita hina. Justru terlihat mulia di sisi. Abu Hurairah r.a. merekam bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tiada berkurang harta karena sedekah, dan tiada Allah menambah seseorang karena (mau)
memaafkan kecuali kemuliaan, dan tidak ada seorang hamba pun yang tawadhu' (merendahkan diri) karena Allah kecuali Allah akan mengangkatnya. " (Muslim no. 2588)
Dari `Iyadh bin Khimar r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah swt. telah mewahyukan kepadaku supaya kamu saling bertawadhu' sehingga tidak ada seorang pun yang bertindak lalim atas yang lain dan tidak ada seorang pun yang membanggakan diri atas yang
lain." (Muslim no. 2865)
Bahkan, sifat merendah menjadi ciri ahli surga. Dan sebaliknya, kasar, tidak sabaran, congkak, dan sombong adalah ciri ahli neraka. Diterima dari Haritsah bin Wahab r.a. bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Senangkah kalian jika aku beritahukan tentang ahli surga?
Ia (ahli surga itu), setiap orang yang lemah dan memandang diri (sendiri) lemah, yang jika bersumpah kepada Allah pasti dikabulkan.
Dan, sukakah kalian aku beritahukan tentang ahli neraka? Ia (ahli neraka itu) adalah setiap orang yang kasar, tidak sabaran, dan congkak lagi sombong." (Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853)
11. Sopan, santun, dan ramah
Suatu ketika pernah sekelompok orang Yahudi menemui Rasulullah saw. Mereka berkata, "Al-saam `alaika (semoga engkau dikenai racun)." Aisyah mendengar dan mengerti maksud kata-kata itu lantas membalas, "`Alaikum al-saam wa al-la'nah (semoga racun itu untukmu disertai
kutukan)." Rasulullah saw. berkata kepada Aisyah, "Jangan begitu Aisyah. Sesungguhnya Allah menyukai sifat lemah lembut dalam segala urusan." Aisyah berkata, "Wahai Rasulullah, tidakkah engkau dengar apa yang mereka katakan?" Rasulullah saw. menjawab, "Telah aku jawab, wa
`alaikum." (Bukhari no. 6024)
Di hadits yang sama, dalam riwayat Bukhari no. 6030 disebutkan Rasulullah saw. berkata kepada Aisyah, "Hai Aisyah, engkau mesti lemah lembut (tidak kasar), dan jauhilah olehmu sifat kasar/kejam dan keji/kotor." Sedangkan dalam riwayat Muslim no. 2165, Rasulullah saw.
berkata, "Hai Aisyah, janganlah berlaku keji/kotor." Masih diriwayat Muslim yang lain, Rasulullah saw. berkata, "Jangan begitu, hai Aisyah. Sebab, Allah tidak menyukai perbuatan keji dan mengata-ngatai secara kotor."
Begitulah Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita dalam berinteraksi dengan orang lain. Bahkan, dengan orang yang jelas-jelas punya maksud buruk terhadap diri kita. Sebab, sifat lemah lembut dan santun tidak boleh hilang dari diri kita. Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw.
bersabda, "Sesungguhnya sifat lemah lembut itu tidak ada pada sesuatu kecuali menghiasinya dan tidak tercabut dari sesuatu barang kecuali menjadi kotor/jeleklah barang itu." (Muslim no. 2594)
Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan menyukai kelembutan, dan Dia memberi (kepada seseorang) karena kelembutan(nya) apa yang tidak diberikan-Nya (kepada seseorang) karena kekejaman(nya) dan apa yang tidak diberikan-Nya kepada orang yang mempunyai sifat selain sifat kejam." (Muslim no. 2593)
Karena itu, Rasulullah saw. tidak ingin seorang muslim menjadi pengutuk. Abu Hurairah r.a. menyampaikan kepada kita bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tidaklah pantas bagi shiddiq, mukmin yang bagus imannya, untuk menjadi pengutuk." (Muslim 2597)
Dari Abdullah bin Mas'ud r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Mukmin itu bukanlah pencemar nama baik orang, bukan pengutuk, dan bukan pelaku perbuatan keji, serta bukan yang buruk tutur katanya." (Turmudzi no. 1977 dan Silsilah Shahihah no. 320)
Dari Abu Darda r.a. bahwa Rasululllah saw. bersabda, "Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan amal seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang bagus (mulia). Dan sesungguhnya Allah itu membenci orang yang suka melakukan perbuatan keji dan buruk tutur katanya." (Abu Dawud no. 4799, Turmudzi no. 2002, Silsilah Shahihah no. 876, dan Shahihul Jami no. 5597)
Karena itu, Rasulullah saw. melarang seorang muslim mencela muslim yang lain. Dari Abdullah bin Mas'ud r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Mencela muslim itu perbuatan durhaka (fusuuq) dan membunuh muslim adalah suatu kekufuran." (Bukhari no. 48 dan 6044, Muslim no.
64 dan 116)
12. Bertutur kata yang baik
Dari diri kita yang paling harus dijaga dalam bergaul dengan masyarakat adalah lidah kita. Tidak sedikit orang celaka karena tidak mampu mengontrol perkataannya.
Mu'adz bin Jabal r.a. diajarkan langsung tentang hal itu oleh Rasulullah saw. "Senangkah kamu jika aku beritahukan apa yang menguasai (mencukupi) itu semua?" Mu'adz menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah saw." Rasulullah saw. bersabda, "Tahanlah olehmu ini!"
Rasulullah saw. menunjuk lidahnya. Mu'adz berkata, "Wahai Nabiyullah, apakah kita akan dituntut dengan apa yang kita ucapkan?" Rasulullah saw. menjawab, "Celakalah kamu, wahai Mu'adz, bukankah manusia dapat tersungkur ke dalam neraka hanya karena kata-kata yang keluar dari lidahnya?"
Karena itu, menjaga lidah bukan hanya selamat diri dari kemarahan orang yang mendengar, tetapi juga selamat dari siksa neraka. Sahal bin Sa'ad Al-Sa'idi r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Siapa yang menjamin (memelihara) untukku apa yang ada di antara kedua
kakinya dan apa yang ada di antara kedua janggutnya (lidahnya), aku menjamin baginya (masuk) surga." (Bukhari no. 6474 dan 6807)
Uqbah bin `Amir r.a. berkata, "Wahai Rasulullah, di manakah tempat keselamatan itu?" Rasulullah menjawab, "Tahanlah lidahmu, rumahmu meski mencukupimu dan menangislah atas segala kesalahanmu. " (Turmudzi no. 2406 dan Silsilah Shahihah no. 890)
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengucapkan kata-kata yang baik atau diam." (Bukhari no. 5185 dan Muslim no. 47)
13. Berkhitmat kepada kaum muslimin
Allah swt. berfirman, "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara." (Al-Hujurat: 10). Karena dekatnya hubungan satu muslim dengan muslim yang lain sebagai saudara, jika ada yang sakit maka semua merasa sakit.
Anas bin Malik r.a. berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, `Tidak sempurna iman seseorang di antaramu kecuali jika ia mencintai saudaranya sebagaimana yang ia cintai untuk dirinya." (Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45)
Dari Nu'man bin Basyir r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan saling membantu itu bagaikan satu jasad. Jika ada di antaranya yang merasa sakit, maka semua unsur jasad ikut tidak tidur dan merasa demam." (Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586)
Karena itu, tak heran jika Rasulullah saw. mengancam seorang muslim yang tidak peduli dengan saudara muslimnya. Dari Hudzaifah Bin Yaman r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Siapa yang tidak ihtimam (peduli) terhadap urusan umat Islam, maka bukan golongan mereka." (HR
At-Tabrani)
Anas bin Malik pernah menemani Jarir bin Abdullah Al-Bajali dalam sebuah perjalanan. Jarir berkhitmat kepada Anas, padahal usianya lebih tua daripada Anas. Ini membuat anak tak enak. "Jangan engkau lakukan itu," Jarir menjawab, "Aku telah melihat orang-orang Anshar memuliakan Rasulullah saw. dan mereka melakukan sesuatu kepadanya, aku bertekad untuk tidak bertemu dengan salah seorang di antara mereka (kaum Anshar) kecuali aku memuliakannya dan berkhidmat kepadanya karena keutamaan/kemuliaan seperti itu." (Bukhari no. 2888 dan Muslim no. 2513)
Sungguh mulia Jarir dan sungguh mulia kita jika bisa saling berkhitmat dengan sesama.
14. Suka menolong
Allah swt. berfirman, "Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan; dan janganlah kamu saling menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan." (Al-Ma'idah: 2)
Anas bin Malik r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tolonglah saudaramu, baik ia sebagai penganiaya maupun sebagai yang teraniaya." Ada yang berkata, "Wahai Rasulullah, aku dapat menolongnya jika teraniaya. Lalu, bagaimana caranya menolong yang menganiaya?"
Rasulullah saw. menjawab, "Engkau harus menghalanginya dari perbuatan zalimnya. Itulah cara meolongnya." (Bukhari no. 2443)
Dari Abu Darda r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang membela harga diri (martabat) saudaranya, maka Allah akan menolak dari wajahnya api neraka pada hari kiamat." (Turmudzi no. 1931 dan Ahmad no. 449)
15. Memiliki sifat sayang
Dari Jarir bin Abdullah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Allah tidak menyayangi orang yang tidak menyayangi orang lain." Dalam riwayat lain, "Barangsiapa yang tidak sayang kepada manuasi, maka ia tidak disayangi Allah." (Bukhari no. 6013 dan Muslim no. 2319)
Dari Abdullah bin `Amr bin Ash r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Para penyayang akan disayangi Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah yang ada di muka bumi, kamu pasti disayangi yang di langit." (Abu Dawud no. 4941, Turmudzi no. 1924, Silsilah Shahihah no. 925)
Dari Anas bin Malik r.a. dan Abdullah bin Abbas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Bukanlah dari kelompok kami orang yang tidak sayang kepada yang kecil dan tidak hormat pada yang lebih besar (tua)." (Turmudzi no. 1919)
16. Punya rasa malu dan mengendalikan pandangan
Malu adalah ciri khas seorang muslim. Karena itu Rasulullah saw. membela seseorang yang punya rasa malu dari celaan orang lain. Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. pernah melewati seseorang yang mencela saudaranya karena rasa malunya dengan mengatakan, "Kamu ini terlalu pemalu," sehingga dikatakan, "Sungguh kamu celaka." Maka Rasulullah saw. pun bersabda, "Biarkanlah ia, sebab malu itu bagian dari iman." (Bukhari no. 24 dan Muslim no. 36)
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Iman itu enam puluh sekian cabang, dan malu sebagai satu cabang dari keimanan itu." (Bukhari no. 9 dan Muslim no. 350)
Sedangkan tentang mengendalikan pandangan, Allah swt. berfirman, "Katakanlah kepada kaum mukminin: hendahnya mereka mengendalikan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan
katakanlah kepada kaum mukminat, hendaknya mereka mengendalikan pandangannya dan memelihara kemaluannya. " (An-Nur: 31)
17. Tidak suka menjilat
Seorang muslim hendaknya menjauhi kebiasaan menjilat dan memuji secara berlebihan. Sebab, hal itu dilarang oleh Rasulullah saw. Dari Abu Musa Al'Asy'ari r.a. bahwa Rasulullah saw. penah mendengar seseorang menyanjung seseorang seya memujinya secara berlebihan, lalu beliau
bersabda, "Kamu yang memutuskan punggungnya. " (Bukhari no. 2663 dan Muslim no. 3001)
Bahkan kita diajarkan Rasulullah saw. untuk menaburkan tanah ke wajah orang yang berusaha menjilat. Pernah seseorang memuji-muji Usman.
Miqdad kemdian maju dan berlutut pada kedua lutut orang itu, lalumenumpahkan kerikil ke wajahnya. Usman berkata, "Apa yang kamu lakukan itu?" Miqdad menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah bersabda, `Jika kamu melihat orang-orang yang suka memuji-muji (menjilat), maka tumpahkanlah tanah pada wajahnnya." (Muslim no.3002)
18. Jangan jadi beban masyarakat
`Auf bin Malik Al-Asyja'i berkata, kami sembilan atau delapan atau bertujuh orang pernah berada di sisi Rasulullah saw. Beliau bersabda, "Mengapakah kalian tidak berbai'at kepada Rasulullah?" Sebetulnya kami baru (beberapa hari) saja melakukan bai'at.
Beliau bersabda lagi,
"Mengapa kalian tidak membai'at Rasulullah?" Kami membentangkan tangan-tangan kami dan berkata, "Kami telah berbai'at kepada engkau, wahai Rasulullah, lalu atas dasar apa lagi kami mesti membai'atmu? "
Rasulullah saw. bersabda, "Kamu mesti berbai'at supaya tidak menyembah selain Allah dan tidak menyekutukan- Nya dengan sesuatu pun, melakukan shalat lima waktu, dan untuk mau mendengar dan mentaati." Lalu beliau bersabda, "Janganlah kamu meminta sedikitpun kepada manusia." Maka aku betul-betul melihat sebagian di antara mereka -sembilan atau delapan
atau tujuh orang yang berbai'at itu-ketika terjatuh cemeti salah seorang di antara mereka, ternyata ia tidak meminta kepada seseorang pun untuk mengembalikan untuknya." (Muslim no. 1043)
Begitulah ajaran Rasulullah saw. agar kita bersikap ghina `anin-naas (merasa cukup dari manusia) dan hanya meminta kepada Allah swt
19. Sabar menghadapi kesulitan hidup
Adalah tabiat hidup di dunia penuh dengan kesulitan hidup: ada kesedihan, ada penyakit, dan ada penderitaan. Kesemuanya itu membutuhkan kesabaran. Sebab, segala kesulitan hidup memang diciptakan Allah swt. untuk mengingatkan akan fananya dunia ini dan menumbuhkan rasa rindu dalam hati seorang mukmin akan kampung akhirat yang kekal dan penuh kenikmatan.
Dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. dan Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tiada menimpa kepada mukmin, baik berupa penyakit atau kelelahan, atau berupa penyakit atau kesedihan bahkan kegundahan yang memusingkannya kecuali Allah akan menghapuskan dengan itu segala dosanya." (Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573)
Dari Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sungguh ajaib urusan orang mukmin itu, sesungguhnya segala urusannya baik baginya. Dan itu tidak ada kecuali bagi mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, dan itu menjadi kebaikan baginya. Dan jika ia ditimpa
musibah/bencana, ia bersabar dan itu menjadi kebaikan baginya." (Muslim no. 2999)
20. Punya ukuran tentang baik dan buruk
Begitu banyak peristiwa dan masalah yang timbul akibat interaksi kita dengan masyarakat. Dan bisa jadi semua itu tidak membuat nyaman hati kita. Apalagi bila menyangkut halal-haram, baik-buruk, boleh-tidak boleh, patut-tidak patut. Karena itu, kita harus punya ukuran yang menjadi standar dalam memilah semua peristiwa dan masalah yang ditimbulkan akibat interaksi kita dengan orang lain. Ukuran itu adalah syari'at.
Nu'man bin Basyir r.a. berkata, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas.
Di antara yang halan dan haram itu ada hal-hal yang musytabihat yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Tetapi, barangsiapa yang menjauhi yang musytabihat, ia telah membebaskan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam musytabihat, pasti terjerumus ke dalam yang haram. Hal itu bagaikan penggembala yang menggembala di sekitar kebun dikhawatirkan gembalaannya itu masuk ke dalamnya. Ingatlah, sesungguhnya bagi setiap raja itu ada kebun larangannya, dan sesungguhnya kebun larangan Allah itu segala yang
diharamkan-Nya. " (Bukhari no. 52 dan Muslim 1599)
Nawas bin Sam'an r.a. berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang kebaikan dan dosa. Rasulullah saw. menjawab, "Al-Birr (kebaikan) itu adalah akhlak yang mulia; sedangkan dosa ialah apa yang berdetik -disertai dengan keraguan-dalam dadamu dan engkau tidak suka jika orang lain mengetahuinya. (Muslim no. 2553)
Begitulah 20 rambu bagi kita dalam hidup bermasyarakat. Jika kita amalkan, kita akan menjadi orang yang diharapkan kehadirannya di tengah masyarakat. Ketika kita pergi, orang-orang di sekitar kita menangisi kepergian kita.
Dikutib dari http://www.dakwatun a.com/2008/ 20-rambu- dalam-hidup- bermasyarakat/
dakwatuna.com - Islam sangat mendorong pemeluknya hidup bermasyarakat secara sehat. Islam mencela orang yang mengasingkan diri dari kehidupan sosial. Untuk itu, Islam memberi rambu-rambu agar seorang muslim bisa hidup berdampingan dalam masyarakatnya dengan sehat tanpa
merugikan satu sama lain. Berikut ini 20 rambu tersebut.
1. Saling memberi nasihat
Saling menasihati adalah salah satu bentuk kesetiaan seorang muslim kepada saudara muslimnya yang lain. Nasihat juga adalah bukti kesempurnaan dan lengkapnya keshalihan seseorang dalam beragama.
Dari Tamim Ad-Daari r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya agama (ad-din) itu an-nashihah. " Kami bertanya, "Nasihat bagi siapakah, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Bagi Allah, bagi Kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, dan bagi para imam/ulama muslimin dan bagi orang-orang awam di antara kalian." (Muslim no. 55)
Dari Jabir bin Abdullah r.a. yang berkata, aku membai'at Rasulullah saw. untuk (mau) mendengar dan menaati (Islam). Lalu beliau mengajariku, "(Lakukanlah) apa yang dapat kamu lakukan dan (hendaknya) kamu menasihati kepada setiap muslim." (Bukhari no. 7204)
Jadi, saat turun bermasyarakat seorang muslim senantiasa menggunakan kesempatan itu untuk saling menasihati. Pertama, saling mengingatkan untuk menjaga keikhlasan hanya untuk Allah swt. semata. Kedua, saling menasihati untuk membenarkan dan menyakini bahwa Al-Qur'an itu benar dan diamalkan sebagai pedoman hidup. Ketiga, saling mengingatkan untuk mengakui kebenaran Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya, untuk taat pada setiap perintahnya, serta meneladani dan melanjutkan risalah dakwahnya.
Keempat, mengingatkan imam/ulama jika mereka menyimpang dan taat kepada mereka dalam kebenaran. Kelima, menasihati orang awam dalam bentuk membimbing mereka untuk memperoleh kemaslahatan.
2. Jauhi Perbuatan Zalim
Dalam sebuah hadits qudsi, Abu Dzar r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. berkata bahwa Allah swt. berfirman, "Hai hamba-hamba- Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan perbuatan zalim atas diri-Ku dan Aku jadikan kezaliman it uharam di atanramu, maka janganlah kamu saling menzalimi." (Muslim no. 2577)
Dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Muslim (sejati) itu ialah yang dapat menyelamatkan muslim lain dari gangguan lidah dan tangannya." (Muslim no. 41)
3. Berakhlak MuliaAbdullah bin `Amr bin Ash r.a. berkata Rasulullah saw itu bukanlah seorang yang buruk perkataanya dan tidak berusaha untuk melakukan hal seperti itu. Bahkan Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya termasuk orang-orang pilihan di antaramu adalah yang paling bagus akhlaknya." (Bukhari no. 3559 dan Muslim no. 2331)
Dari Abu Darda bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tidak ada sesuatu yang paling berat timbangannya bagi mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang bagus. Dan sesungguhnya Allah membenci orang yang buruk tutur katanya dan jorok (cabul)." (Abu Dawud no. 4799 dan Turmudzi no. 2003)
Dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kamu dan paling dekat kedudukannya denganku pada hari kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya. Dan sesungguhnya yang paling aku benci di antara kamu dan paling jauh tempatnya dariku pada hari kiamat adalah orang yang banyak bicara tanpa manfaat, yang banyak bicara dibuat-buat, dan memenuhi mulutnya dengan segala macam perkataan (tak berbobot)." (Turmudzi no. 2018))
4. Saling membantu dalam kebaikan
Seorang muslim hendaknya suka membantu sesamanya. Ini perintah Rasulullah saw. seperti yang diriwayatkan Abdullah bin Umar, "Muslim itu saudara(nya) muslim. Ia tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menyerahkannya ke tangan musuh. Barangsiapa yang berkenan memenuhi hajat kebutuhan saudaranya, maka Allah pasti memenuhi hajatnya.
Barangsiapa melepaskan suatu kesulitan muslim, maka Allah akan melepaskan darinya salah satu kesulitannya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) muslim, maka Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat." (Bukhari no. 2442 dan Muslim no. 2580)
Abu Hurairah juga meriyaratkan hadits yang mirip. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang melepaskan suatu kesusahan seroang mukmin di antara berbagai kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan darinya salah satu di antara berbagai kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa
yang memudahkan orang yang mendapatkan kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah itu akan selalu membantu hamba jika ia mau membantu saudaranya. Dan barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan untuk menuju surga. Tidak ada suatu kaum yang berkumpul di salah satu rumah Allah seraya membaca kitab Allah -Al-Qur'an-dan mereka mempelajari Al-Qur'an tersebut kecuali akan turun kepada mereka ketenangan dan mereka pun akan diliputi rahmat Allah serta mereka akan diliputi malaikan, bahkan Allah pun akan menyebut-nyebut mereka di hadapan makhluk lain di sisi-Nya. Serta, barangsiapa yang menangguhkan amal ibadahnya, maka tidak akan dipercepat keturunannya. " (Muslim no. 2699)
5. Suka berkorban dan memberi
Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan yang di atas itu ialah tangan yang memberi; sedangkan tangan yang di bawah ialah yang meminta-minta. " (Bukhari no. 1429 dan Muslim no. 1033)
Abdullah bin Umar juga mengabarkan bahwa Rasulullah saw. bersabda dalam khutbahnya, "Jauhilah olehmu sifat kikir. Sebab, orang-orang sebelum kamu itu hancur karena kikir. (Pemimpin mereka) memerintahkan mereka untuk kikir, lalu mereka pun kikir; ia memerintahkan untuk memutuskan hubungan (persaudaraan) lalu mereka pun memutuskan hubungan (persaudaraan) ; dan ia memerintahkannya untuk berbuat durhaka, merekapun melakukan perbuatan durhaka," (Abu Dawud no. 1698, Hakim no. 415, dan shahih al-jami' no. 2675)
6. Mengatakan kebenaran
Seorang muslim selalu mengatakan hal yang benar. Meskipun perkataan itu akan pahit dirasakan karena mengenai dirinya sendiri atau berhadapan dengan penguasa. Abu Sa'id Al-Kudri r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. shalat bersama kami pada shalat ashar di siang hari.
Lalu ia berdiri untuk berkhutbah. Tiada ia meninggalkan suatu berita tentang (dan untuk menuju) akhirat kecuali ia memberitahukannya kepada kami. Berita itu akan dihapal oleh orang yang menghapalkannya dan akan dilupakan oleh orang yang melupakannya. Dan di antara yang
disabdakannya adalah, "Ingatlah, jangan sampai ada seorang pun terhalang oleh wibawa (kharisma) seseorang untuk mengatakan (dan memperjuangkan) yang hak jika ia mengetahuinya. " (Turmudzi no. 2191, Ibnu Majah no. 4007, Hakim no. 506, dan Silsilah Shahihah no. 168)
Zaid bin Abdullah bin Umar r.a. bercerita bahwa ada sejumlah orangyang berkata kepada Abdullah bin Umar, "Kita sungguh akan memasuki (menghadap) Sultan atau Amir kita. Maka kita (mesti) mengatakan kepada mereka apa yang berbeda dengan apa yang kita katakan jika kita keluar dari sisi mereka." Lalu Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Kami menganggap yang seperti itu di masa Rasulullah saw. sebagai kemunafikan. " (Bukhari no. 7178)
Semoga kita bisa selalu istiqomah untuk mengatakan hal yang benar kepada siapapun sehingga kita tidak tergolong orang yang memiliki sifat munafik.
7. Mengajak berbuat baik
Salah satu tujuan seorang muslim bergaul dengan masyarakat di sekitar dirinya adalah dalam rangka mengajak mereka untuk berbuat kebaikan.
Dan ini adalah perintah Allah swt., "Hendaklah ada di antara kamu sekelompok orang yang mengajak kepada kebaikan dan melarang perbuatan munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Ali Imrah: 110)
Dan mengajak orang melakukan kebaikan sungguh besar pahalanya. Rasululllah saw. bersabda –seperti yang diterima dari Abu Sa'id Al-Kudri–, "Barangsiapa yang mengajak/menunjukka n kepada kebaikan, maka ia berhak mendapatkan pahala sebesar pahala orang yang
melakukannya. " (Muslim no. 1893)
Abu Hurairah r.a. juga meriwayatkan hadits serupa. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang mengajak kepada kebenaran, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tidak berkurang dari pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosa sebesar dosa orang-orang yang mengikutinya, tidak berkurang dari dosa mereka sedikitpun." (Muslim no. 2674)
8. Menjauhi perbuatan munkar
Di manapun seorang muslim berada, ia selalu punya energi untuk mencegah dirinya dan orang di sekitarnya dari melakukan perbuatan munkar. Abu Sa'id Al-Kudri mengabarkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa di antara kamu yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika tidak dapat, maka hendaknya ia mengubahnya dengan lidahnya; jika tidak dapat dengan itu, maka dengan hatinya, dan ini adalah keimanan yang paling rendah." (Muslim no. 49)
Rasulullah saw. sangat melarang seorang muslim menjadi orang yang permisif dengan kemunkaran. `Ars bin Umairah Al-Kindi r.a. menyampaikan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Jika suatu kesalahan/dosa diperbuat di buka bumi, maka orang yang menyaksikannya dan membencinya lalu mengingkarinya seperti orang yang tidak ada di situ –tidak mengetahuinya– dan barangsiapa yang tidak ada di sana –tidak mengetahuinya– tetapi meridhainya, ia seperti orang yang menyaksikannya. " (Abu Dawud no. 4345 dan Shahihul Jami' no. 7020)
9. Sabar dan murah hati
Bergaul dengan sesama tentu membutuhkan kesiapan mental dan kestabilan emosional. Sebab, manusia beragam sifatnya. Sifat sabar dan murah hati adalah bekal yang harus disiapkan seorang muslim. Apalagi Allah swt. dalam surat Ali Imran ayat 134 menjadikan dua sifat ini sebagai ciri
ketakwaan. "Bergegaslah menuju ampunan Tuhanmu dan surga yang seluas langit dan bumi disiapkan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang mendermakan (hartanya) di waktu senang maupun ketika menderita, dan orang-orang yang menahan marahnya serta yang memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah itu suka kepada orang-orang yang
(suka) berbuat baik."
Bahkan Rasulullah saw. menyebut orang yang mampu menahan marah, bersabar, dan bermurah hati sebagai jagoan. Abu Hurairah merekam sabda Rasulullah saw. ini, "Orang jagoan itu bukanlah ditentukan dengan (jagoan) gulat. Justru orang jagoan itu ialah orang yang dapat menahan dirinya ketika marah." (Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609).
Subhanallah! Jika setiap manusia mampu mengamalkan sabda Rasulullah saw. ini tentu sengketa, perselisihan, konflik, perseteruan, perang, dan pertumpahan darah akan menjadi hal yang langka di muka bumi ini.
10. Pemaaf, toleran, dan tawadhu'
Bergaul dengan masyarakat tentu tak selamanya harmonis. Kadang ada geserkan karena sesuatu hal. Dan menyimpan dendam adalah ciri pribadi yang tidak sehat dalam bergaul dengan masyarakat. Allah swt. justru mengajarkan kepada kita untuk menjadi orang yang pemaaf. Bahkan, membalas keburukan dengan kebaikan. "Balaslah keburukan dengan cara yang baik." (Al-Mu'minun: 96)
Sebab, ketika kita memberi maaf, memberi toleransi, dan tawadhu, itu semua tidak membuat kita hina. Justru terlihat mulia di sisi. Abu Hurairah r.a. merekam bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tiada berkurang harta karena sedekah, dan tiada Allah menambah seseorang karena (mau)
memaafkan kecuali kemuliaan, dan tidak ada seorang hamba pun yang tawadhu' (merendahkan diri) karena Allah kecuali Allah akan mengangkatnya. " (Muslim no. 2588)
Dari `Iyadh bin Khimar r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah swt. telah mewahyukan kepadaku supaya kamu saling bertawadhu' sehingga tidak ada seorang pun yang bertindak lalim atas yang lain dan tidak ada seorang pun yang membanggakan diri atas yang
lain." (Muslim no. 2865)
Bahkan, sifat merendah menjadi ciri ahli surga. Dan sebaliknya, kasar, tidak sabaran, congkak, dan sombong adalah ciri ahli neraka. Diterima dari Haritsah bin Wahab r.a. bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Senangkah kalian jika aku beritahukan tentang ahli surga?
Ia (ahli surga itu), setiap orang yang lemah dan memandang diri (sendiri) lemah, yang jika bersumpah kepada Allah pasti dikabulkan.
Dan, sukakah kalian aku beritahukan tentang ahli neraka? Ia (ahli neraka itu) adalah setiap orang yang kasar, tidak sabaran, dan congkak lagi sombong." (Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853)
11. Sopan, santun, dan ramah
Suatu ketika pernah sekelompok orang Yahudi menemui Rasulullah saw. Mereka berkata, "Al-saam `alaika (semoga engkau dikenai racun)." Aisyah mendengar dan mengerti maksud kata-kata itu lantas membalas, "`Alaikum al-saam wa al-la'nah (semoga racun itu untukmu disertai
kutukan)." Rasulullah saw. berkata kepada Aisyah, "Jangan begitu Aisyah. Sesungguhnya Allah menyukai sifat lemah lembut dalam segala urusan." Aisyah berkata, "Wahai Rasulullah, tidakkah engkau dengar apa yang mereka katakan?" Rasulullah saw. menjawab, "Telah aku jawab, wa
`alaikum." (Bukhari no. 6024)
Di hadits yang sama, dalam riwayat Bukhari no. 6030 disebutkan Rasulullah saw. berkata kepada Aisyah, "Hai Aisyah, engkau mesti lemah lembut (tidak kasar), dan jauhilah olehmu sifat kasar/kejam dan keji/kotor." Sedangkan dalam riwayat Muslim no. 2165, Rasulullah saw.
berkata, "Hai Aisyah, janganlah berlaku keji/kotor." Masih diriwayat Muslim yang lain, Rasulullah saw. berkata, "Jangan begitu, hai Aisyah. Sebab, Allah tidak menyukai perbuatan keji dan mengata-ngatai secara kotor."
Begitulah Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita dalam berinteraksi dengan orang lain. Bahkan, dengan orang yang jelas-jelas punya maksud buruk terhadap diri kita. Sebab, sifat lemah lembut dan santun tidak boleh hilang dari diri kita. Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw.
bersabda, "Sesungguhnya sifat lemah lembut itu tidak ada pada sesuatu kecuali menghiasinya dan tidak tercabut dari sesuatu barang kecuali menjadi kotor/jeleklah barang itu." (Muslim no. 2594)
Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan menyukai kelembutan, dan Dia memberi (kepada seseorang) karena kelembutan(nya) apa yang tidak diberikan-Nya (kepada seseorang) karena kekejaman(nya) dan apa yang tidak diberikan-Nya kepada orang yang mempunyai sifat selain sifat kejam." (Muslim no. 2593)
Karena itu, Rasulullah saw. tidak ingin seorang muslim menjadi pengutuk. Abu Hurairah r.a. menyampaikan kepada kita bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tidaklah pantas bagi shiddiq, mukmin yang bagus imannya, untuk menjadi pengutuk." (Muslim 2597)
Dari Abdullah bin Mas'ud r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Mukmin itu bukanlah pencemar nama baik orang, bukan pengutuk, dan bukan pelaku perbuatan keji, serta bukan yang buruk tutur katanya." (Turmudzi no. 1977 dan Silsilah Shahihah no. 320)
Dari Abu Darda r.a. bahwa Rasululllah saw. bersabda, "Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan amal seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang bagus (mulia). Dan sesungguhnya Allah itu membenci orang yang suka melakukan perbuatan keji dan buruk tutur katanya." (Abu Dawud no. 4799, Turmudzi no. 2002, Silsilah Shahihah no. 876, dan Shahihul Jami no. 5597)
Karena itu, Rasulullah saw. melarang seorang muslim mencela muslim yang lain. Dari Abdullah bin Mas'ud r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Mencela muslim itu perbuatan durhaka (fusuuq) dan membunuh muslim adalah suatu kekufuran." (Bukhari no. 48 dan 6044, Muslim no.
64 dan 116)
12. Bertutur kata yang baik
Dari diri kita yang paling harus dijaga dalam bergaul dengan masyarakat adalah lidah kita. Tidak sedikit orang celaka karena tidak mampu mengontrol perkataannya.
Mu'adz bin Jabal r.a. diajarkan langsung tentang hal itu oleh Rasulullah saw. "Senangkah kamu jika aku beritahukan apa yang menguasai (mencukupi) itu semua?" Mu'adz menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah saw." Rasulullah saw. bersabda, "Tahanlah olehmu ini!"
Rasulullah saw. menunjuk lidahnya. Mu'adz berkata, "Wahai Nabiyullah, apakah kita akan dituntut dengan apa yang kita ucapkan?" Rasulullah saw. menjawab, "Celakalah kamu, wahai Mu'adz, bukankah manusia dapat tersungkur ke dalam neraka hanya karena kata-kata yang keluar dari lidahnya?"
Karena itu, menjaga lidah bukan hanya selamat diri dari kemarahan orang yang mendengar, tetapi juga selamat dari siksa neraka. Sahal bin Sa'ad Al-Sa'idi r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Siapa yang menjamin (memelihara) untukku apa yang ada di antara kedua
kakinya dan apa yang ada di antara kedua janggutnya (lidahnya), aku menjamin baginya (masuk) surga." (Bukhari no. 6474 dan 6807)
Uqbah bin `Amir r.a. berkata, "Wahai Rasulullah, di manakah tempat keselamatan itu?" Rasulullah menjawab, "Tahanlah lidahmu, rumahmu meski mencukupimu dan menangislah atas segala kesalahanmu. " (Turmudzi no. 2406 dan Silsilah Shahihah no. 890)
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengucapkan kata-kata yang baik atau diam." (Bukhari no. 5185 dan Muslim no. 47)
13. Berkhitmat kepada kaum muslimin
Allah swt. berfirman, "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara." (Al-Hujurat: 10). Karena dekatnya hubungan satu muslim dengan muslim yang lain sebagai saudara, jika ada yang sakit maka semua merasa sakit.
Anas bin Malik r.a. berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, `Tidak sempurna iman seseorang di antaramu kecuali jika ia mencintai saudaranya sebagaimana yang ia cintai untuk dirinya." (Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45)
Dari Nu'man bin Basyir r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan saling membantu itu bagaikan satu jasad. Jika ada di antaranya yang merasa sakit, maka semua unsur jasad ikut tidak tidur dan merasa demam." (Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586)
Karena itu, tak heran jika Rasulullah saw. mengancam seorang muslim yang tidak peduli dengan saudara muslimnya. Dari Hudzaifah Bin Yaman r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Siapa yang tidak ihtimam (peduli) terhadap urusan umat Islam, maka bukan golongan mereka." (HR
At-Tabrani)
Anas bin Malik pernah menemani Jarir bin Abdullah Al-Bajali dalam sebuah perjalanan. Jarir berkhitmat kepada Anas, padahal usianya lebih tua daripada Anas. Ini membuat anak tak enak. "Jangan engkau lakukan itu," Jarir menjawab, "Aku telah melihat orang-orang Anshar memuliakan Rasulullah saw. dan mereka melakukan sesuatu kepadanya, aku bertekad untuk tidak bertemu dengan salah seorang di antara mereka (kaum Anshar) kecuali aku memuliakannya dan berkhidmat kepadanya karena keutamaan/kemuliaan seperti itu." (Bukhari no. 2888 dan Muslim no. 2513)
Sungguh mulia Jarir dan sungguh mulia kita jika bisa saling berkhitmat dengan sesama.
14. Suka menolong
Allah swt. berfirman, "Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan; dan janganlah kamu saling menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan." (Al-Ma'idah: 2)
Anas bin Malik r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tolonglah saudaramu, baik ia sebagai penganiaya maupun sebagai yang teraniaya." Ada yang berkata, "Wahai Rasulullah, aku dapat menolongnya jika teraniaya. Lalu, bagaimana caranya menolong yang menganiaya?"
Rasulullah saw. menjawab, "Engkau harus menghalanginya dari perbuatan zalimnya. Itulah cara meolongnya." (Bukhari no. 2443)
Dari Abu Darda r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang membela harga diri (martabat) saudaranya, maka Allah akan menolak dari wajahnya api neraka pada hari kiamat." (Turmudzi no. 1931 dan Ahmad no. 449)
15. Memiliki sifat sayang
Dari Jarir bin Abdullah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Allah tidak menyayangi orang yang tidak menyayangi orang lain." Dalam riwayat lain, "Barangsiapa yang tidak sayang kepada manuasi, maka ia tidak disayangi Allah." (Bukhari no. 6013 dan Muslim no. 2319)
Dari Abdullah bin `Amr bin Ash r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Para penyayang akan disayangi Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah yang ada di muka bumi, kamu pasti disayangi yang di langit." (Abu Dawud no. 4941, Turmudzi no. 1924, Silsilah Shahihah no. 925)
Dari Anas bin Malik r.a. dan Abdullah bin Abbas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Bukanlah dari kelompok kami orang yang tidak sayang kepada yang kecil dan tidak hormat pada yang lebih besar (tua)." (Turmudzi no. 1919)
16. Punya rasa malu dan mengendalikan pandangan
Malu adalah ciri khas seorang muslim. Karena itu Rasulullah saw. membela seseorang yang punya rasa malu dari celaan orang lain. Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. pernah melewati seseorang yang mencela saudaranya karena rasa malunya dengan mengatakan, "Kamu ini terlalu pemalu," sehingga dikatakan, "Sungguh kamu celaka." Maka Rasulullah saw. pun bersabda, "Biarkanlah ia, sebab malu itu bagian dari iman." (Bukhari no. 24 dan Muslim no. 36)
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Iman itu enam puluh sekian cabang, dan malu sebagai satu cabang dari keimanan itu." (Bukhari no. 9 dan Muslim no. 350)
Sedangkan tentang mengendalikan pandangan, Allah swt. berfirman, "Katakanlah kepada kaum mukminin: hendahnya mereka mengendalikan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan
katakanlah kepada kaum mukminat, hendaknya mereka mengendalikan pandangannya dan memelihara kemaluannya. " (An-Nur: 31)
17. Tidak suka menjilat
Seorang muslim hendaknya menjauhi kebiasaan menjilat dan memuji secara berlebihan. Sebab, hal itu dilarang oleh Rasulullah saw. Dari Abu Musa Al'Asy'ari r.a. bahwa Rasulullah saw. penah mendengar seseorang menyanjung seseorang seya memujinya secara berlebihan, lalu beliau
bersabda, "Kamu yang memutuskan punggungnya. " (Bukhari no. 2663 dan Muslim no. 3001)
Bahkan kita diajarkan Rasulullah saw. untuk menaburkan tanah ke wajah orang yang berusaha menjilat. Pernah seseorang memuji-muji Usman.
Miqdad kemdian maju dan berlutut pada kedua lutut orang itu, lalumenumpahkan kerikil ke wajahnya. Usman berkata, "Apa yang kamu lakukan itu?" Miqdad menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah bersabda, `Jika kamu melihat orang-orang yang suka memuji-muji (menjilat), maka tumpahkanlah tanah pada wajahnnya." (Muslim no.3002)
18. Jangan jadi beban masyarakat
`Auf bin Malik Al-Asyja'i berkata, kami sembilan atau delapan atau bertujuh orang pernah berada di sisi Rasulullah saw. Beliau bersabda, "Mengapakah kalian tidak berbai'at kepada Rasulullah?" Sebetulnya kami baru (beberapa hari) saja melakukan bai'at.
Beliau bersabda lagi,
"Mengapa kalian tidak membai'at Rasulullah?" Kami membentangkan tangan-tangan kami dan berkata, "Kami telah berbai'at kepada engkau, wahai Rasulullah, lalu atas dasar apa lagi kami mesti membai'atmu? "
Rasulullah saw. bersabda, "Kamu mesti berbai'at supaya tidak menyembah selain Allah dan tidak menyekutukan- Nya dengan sesuatu pun, melakukan shalat lima waktu, dan untuk mau mendengar dan mentaati." Lalu beliau bersabda, "Janganlah kamu meminta sedikitpun kepada manusia." Maka aku betul-betul melihat sebagian di antara mereka -sembilan atau delapan
atau tujuh orang yang berbai'at itu-ketika terjatuh cemeti salah seorang di antara mereka, ternyata ia tidak meminta kepada seseorang pun untuk mengembalikan untuknya." (Muslim no. 1043)
Begitulah ajaran Rasulullah saw. agar kita bersikap ghina `anin-naas (merasa cukup dari manusia) dan hanya meminta kepada Allah swt
19. Sabar menghadapi kesulitan hidup
Adalah tabiat hidup di dunia penuh dengan kesulitan hidup: ada kesedihan, ada penyakit, dan ada penderitaan. Kesemuanya itu membutuhkan kesabaran. Sebab, segala kesulitan hidup memang diciptakan Allah swt. untuk mengingatkan akan fananya dunia ini dan menumbuhkan rasa rindu dalam hati seorang mukmin akan kampung akhirat yang kekal dan penuh kenikmatan.
Dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. dan Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tiada menimpa kepada mukmin, baik berupa penyakit atau kelelahan, atau berupa penyakit atau kesedihan bahkan kegundahan yang memusingkannya kecuali Allah akan menghapuskan dengan itu segala dosanya." (Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573)
Dari Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sungguh ajaib urusan orang mukmin itu, sesungguhnya segala urusannya baik baginya. Dan itu tidak ada kecuali bagi mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, dan itu menjadi kebaikan baginya. Dan jika ia ditimpa
musibah/bencana, ia bersabar dan itu menjadi kebaikan baginya." (Muslim no. 2999)
20. Punya ukuran tentang baik dan buruk
Begitu banyak peristiwa dan masalah yang timbul akibat interaksi kita dengan masyarakat. Dan bisa jadi semua itu tidak membuat nyaman hati kita. Apalagi bila menyangkut halal-haram, baik-buruk, boleh-tidak boleh, patut-tidak patut. Karena itu, kita harus punya ukuran yang menjadi standar dalam memilah semua peristiwa dan masalah yang ditimbulkan akibat interaksi kita dengan orang lain. Ukuran itu adalah syari'at.
Nu'man bin Basyir r.a. berkata, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas.
Di antara yang halan dan haram itu ada hal-hal yang musytabihat yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Tetapi, barangsiapa yang menjauhi yang musytabihat, ia telah membebaskan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam musytabihat, pasti terjerumus ke dalam yang haram. Hal itu bagaikan penggembala yang menggembala di sekitar kebun dikhawatirkan gembalaannya itu masuk ke dalamnya. Ingatlah, sesungguhnya bagi setiap raja itu ada kebun larangannya, dan sesungguhnya kebun larangan Allah itu segala yang
diharamkan-Nya. " (Bukhari no. 52 dan Muslim 1599)
Nawas bin Sam'an r.a. berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang kebaikan dan dosa. Rasulullah saw. menjawab, "Al-Birr (kebaikan) itu adalah akhlak yang mulia; sedangkan dosa ialah apa yang berdetik -disertai dengan keraguan-dalam dadamu dan engkau tidak suka jika orang lain mengetahuinya. (Muslim no. 2553)
Begitulah 20 rambu bagi kita dalam hidup bermasyarakat. Jika kita amalkan, kita akan menjadi orang yang diharapkan kehadirannya di tengah masyarakat. Ketika kita pergi, orang-orang di sekitar kita menangisi kepergian kita.
Dikutib dari http://www.dakwatun a.com/2008/ 20-rambu- dalam-hidup- bermasyarakat/
Sabtu, 17 Mei 2008
Langganan:
Postingan (Atom)